Langsung ke konten utama

Pada Kasus Flu Burung di Indonesia: Tidak Ada Penularan dari Manusia ke Manusia

(www.depkes.go.id 04 Sep 2007)
Sampai saat ini, kasus flu burung (Avian Influenza) di Indonesia ditularkan dari unggas ke manusia. Tidak terjadi penularan dari manusia ke manusia. Hasil sekuensing virus H5N1 asal Indonesia, termasuk dari kasus flu burung terakhir di Bali, yang dilakukan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Atlanta, Amerika Serikat telah membuktikan tidak terjadi penularan antar manusia. Hal itu disampaikan Menkes Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) kepada para wartawan dalam dan luar negeri di Jakarta, 3 September 2007.

Menkes menyampaikan hal itu menanggapi pemberitaan di berbagai media massa yang mengutip hasil studi Dr. Ira Longini dan tim dari Fred Hutchinson Cancer Research Center dan University of Washington, Seatle, Washington, Amerika Serikat. Dalam studi yang menggunakan model statistik menyimpulkan telah terjadi penularan virus antar manusia secara terbatas pada kasus kluster di Karo, Sumatera Utara. Para peneliti AS ini telah mengembangkan perangkt lunak “TransStat� untuk mendeteksi Flu Burung dan bisa diakses secara gratis di National Institutes oh Health’s Models of Infectious Diseases Agent Study. “Di dunia medis/kedokteran studi dengan pendekatan statistik tidak dapat dijadikan sebagai acuan. Menyikapi hasil studi tersebut, saya nyatakan bahwa sampai saat ini, kasus flu burung (Avian Influenza) di Indonesia ditularkan dari unggas ke manusia. Tidak terjadi penularan dari manusia ke manusia“, ujar Menkes.

Menkes menambahkan, menurut WHO untuk memastikan terjadinya penularan virus flu burung dari manusia ke manusia digunakan kriteria sinyal epidemiologi dan sinyal virologi. Sinyal epidemiologi antara lain ditandai adanya klaster penderita flu burung dengan penularan generasi kedua atau lebih tanpa hubungan darah antar generasi dan atau adanya penularan kepada petugas kesehatan yang merawat penderita flu burung. Generasi penularan kedua yaitu apabila kasus awal menularkan kepada orang kedua, dan orang kedua menularkan ke orang ketiga dan seterusnya, ujarnya.

Sedangkan sinyal virologis dideteksi melalui pemeriksaan isolat H5 yang diperoleh dari kegiatan investigasi rutin KLB flu burung. Pemeriksaan isolat virus hanya dilakukan oleh laboratorium yang telah memenuhi syarat biosafety WHO, Menkes menambahkan.

Analisa yang dilakukan oleh Dr. Longini dan tim merupakan riset yang menarik, namun tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Sampai saat ini tidak ada tes yang memberikan konfirmasi atau membuktikan adanya penularan dari manusia ke manusia, ujar Menkes.

Studi tersebut bukan analisa virologi, klinis ataupun epidemiologis. Karena itu WHO berkesimpulan bahwa penularan virus flu burung dari manusia ke manusia yang efektif dan sustained (berkelanjutan) “tidak terjadi di manapun di dunia ini termasuk Indonesia. Karena itu dunia masih berada pada fase 3 dari fase pandemi, yaitu penularan dari hewan ke manusia, Menkes menambahkan.
Menkes justru merasa heran, kenapa hasil studi yang dilakukan sejak tahun 2006 baru diumumkan sekarang. Jangan-jangan ada upaya untuk menggagalkan upaya Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan “Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim di Bali tanggal 3-14 Desember 2007", ujar Menkes.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52960661, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

Postingan populer dari blog ini

Pelatihan Penggunaan Alat Portable Datalogging Colorimeter Hach Model DR/820 – DR/850 – DR/890

(KKP Jayapura, 23 April 2007) Pada tanggal 19 april dan 20 April 2007, diadakan Pelatihan penggunaan alat Portable Datalogging Colorimeter Hach Model DR/820 – DR/850 – DR/890, yang diselengarakan oleh KKP Manokwari, di kota Manokwari – Irian Jaya Barat. Tujuan dari pelatihan ini adalah agar orang laboratorium dapat dan mampu mengoperasikan alat Portable Datalogging Colorimeter Hach Model DR/820 – DR/850 – DR/890 secara baik dan benar. Dari Tim KKP Jayapura, diwakili oleh Ibu Manita Tana, Amd AK, sebagai penanggung jawab Laboratorium KKP Jayapura. Menurut beliau kegunaan alat ini adalah untuk proses pemeriksaan air secara kimiawi dan bakteriologis, agar kualitas air yang diuji dapat diketahui kelayakannya untuk dikonsumsi. Kelebihan alat tersebut adalah dapat disambungkan dengan perangkat komputer, dimana mempunyai kemampuan menyimpan data analisa, RS-232 output, dan lainnya. Sehingga dengan demikian DR/800 dapat dipakai utk analisa dilapangan dan kemudian data analisa yang didapatkan d...

Info : 2-5 % Penduduk Indonesia Menderita Asma

( www.depkes.go.id , Selasa 01 Mei 2007) Menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. Di Indonesia prevalensi Asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2 – 5 % penduduk Indonesia menderita Asma. Penyakit Asma dapat mengenai segala usia dan jenis kelamin. Pada anak-anak, penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, sedangkan pada usia dewasa terjadi sebaliknya. Sementara angka kejadian Asma pada anak dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa. Asma pada anak dapat mempengaruhi masa pertumbuhan, tergantung dari klasifikasi berat ringan episodenya. Anak dengan Asma yang sering kambuh, dapat menyebabkan turunnya prestasi belajar yang merupakan dasar terjadinya lost generation. Dari penelitian pada anak sekolah usia 13 – 14 tahun, diketahui prevalensi Asma sebesar 2,1% pada tahun 1995. Jumlah ini meningkat menjadi 5,2% pada tahun 2003. Sementara hasil survei di Med...

Info : Mengenal Kota Jayapura

(sumber: http://www.kompas.co.id ) UNIK dan menarik. Dua kata itu tepat untuk menyebut kota yang terletak di paling ujung kawasan timur Indonesia. Selain letaknya berbatasan dengan Papua Niugini dan topografi yang berbukit-bukit, kota ini pun berganti nama sebanyak empat kali sebelum menjadi Jayapura. SEBELUM perang dunia II, saat Belanda mendarat di bumi Papua, Jayapura diberi nama "Hollandia", yang berarti daerah berbukitbukit dan berteluk. Saat itu daerah ini ditunjuk sebagai ibu kota "Dutch New Guinea". Setelah definitif kembali ke Indonesia pada 1 Mei 1963, sejak saat itu nama "Hollandia" menjadi "Kota Baru" (1963-1969), lalu "Sukarnopura" (1969-1975), dan akhirnya "Jayapura". Berada di Jayapura yang terletak di bibir Teluk Yos Sudarso dan Teluk Yotefa akan disuguhkan pemandangan indah panorama alam yang berbukit-bukit serta hamparan lautan Pasifik berair biru jernih. Kekayaan alam yang demikian indah itu menawarkan obyek...