Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

29 June 2007

Kegiatan Abatisasi dan Pemasangan Opitrap di Pelabuhan Jayapura

(Redaksi IKP, Kamis 28 Juli 2007)
Pada hari Rabu tanggal 27 Juli 2007 Tim KKP Jayapura dari Seksi PRL melakukan kegiatan rutin Abatisasi dan pemasangan alat Opitrap untuk pemantauan jentik nyamuk diwilayah perimeter dan buffer di Pelabuhan laut Jayapura.

“ Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memantau kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti yang ada diwilayah sekitar pelabuhan laut “, kata Kepala Seksi PRL, Bpk. Nurdin ,SKM.


Apabila kepadatan jentik nyamuk didapatkan tinggi maka dilakukan proses abatisasi. Pemberian abate merupakan upaya pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti dengan zat kimia. Larvasida yang digunakan biasanya temephos, dalam bentuk butiran pasir atau granul. Dosis yang digunakan adalah satu ppm atau 10 gram (satu sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air.

Pada prinsipnya abatisasi dilakukan pada genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana, yang tidak kena sinar Matahari secara langsung dan tidak berhubungan langsung dengan tanah.
Jenis-jenis tempat perkembanganbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dianjurkan untuk diabatisasi adalah tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari. Misalnya, drum, tangki penampungan air, tempayan, bak mandi, bak WC, dan ember.

Staf Seksi PRL yang hadir melakukan kegiatan tersebut diantara : Ibu Yuliana Luhung, Bpk. Nataniel Sineri, Bpk Josephus Rewang, Bpk Septinus B. Mansumber, Bpk Esau Demotouw dan Bpk. Rajali AMKL.

27 June 2007

Pemantauan Kepadatan Lalat di Wilker PPI Hamadi

Pada tanggal 25 Juni 2007, dilakukan kegiatan PRL di Wilker PPI (Pangkalan Pelelangan Ikan) Hamadi - Jayapura. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memantau kepadatan lalat yang ada pada lokasi sekitar PPI Hamadi.

Apabila hasil yang didapatkan diatas standar ketentuan atau tinggi kepadatannya maka langkah selanjutnya diambil langkah pengendendalian “ begitu ungkap Kasi PRL Bpk. Nurdin, SKM kepada redaksi KKP Jayapura disela-sela perbincangan. Selanjutnya menurut beliau “ langkah pengendalian ini bisa dengan 2 cara, cara pertama dengan menggunakan mist blower atau dengan cara melakukan fogging / pengasapan “.

Hadir juga dalam kegiatan tersebut staf PRL : : Ibu Yuliana Luhung, Bpk. Nataniel Sineri, Bpk Josephus Rewang, Bpk Septinus B. Mansumber, Bpk Esau Demotouw dan Bpk. Rajali AMKL.

20 June 2007

Info : Giliran di Kotaraja Ditemukan Flu Burung

(Cenderawasih Pos, 19 Juni 2007)
* 30 Ekor Ayam Warga Mati Berturut-turut
JAYAPURA-Kasus flu burung atau yang dikenal dengan nama virus Avian Influenza (AI) kembali ditemukan. Jika beberapa waktu lalu merebak di daerah Dok-IX Jayapura dan di Kabupaten Jayapura (Sentani), maka kasus tersebut kini giliran ditemukan di daerah Cigombong Kotaraja, tepatnya di rumah warga samping SD Kotaraja.

Setidaknya 30 ayam milik warga dinyatakan mati, secara berturut-turut sejak minggu lalu, dengan gejala-gejala mirip flu burung. Antara lain, ditemukan keluar lendir, kaki ada bercak-bercak merah, dan jenger beberapa ayam berwarana biru keungu-unguan. Dengan gejala-gejala itu, sehingga ayam-ayam tersebut, diduga karena terserang flu burung.

Untuk menindaklanjuti kasus tersebut, Senin siang kemarin sekitar pukul 11.30 WIT petugas Dinas Kesehatan Kota Jayapura, Dinas Peternakan Provinsi Papua, dan pihak Dinas Pertanian Kota Jayapura mendatangi tempat kejadian.

Setelah berada di tempat kejadian, pihak petugas yang terdiri dari dua dokter hewan, yakni drh, M Nadeak dan drh,Nyoman, langsung mengambil sampel berupa kotoran unggas tersebut dari 4 ekor ayam yang sudah mati. Hasilnya, dari pemeriksaan cepat yang dilakukan oleh dua dokter hewan tersebut, ternyata ada dua uanggas diduga kuat terserang penyakit flu burung, sementara 2 ayam tidak terbukti.

Namun untuk lebih memastikan hal itu, hasil dari kotoran ayam tersebut akan dikirim ke Balai Besar Veteriner (BBV) Maros Makassar, dan hasilnya akan diterima sekitar 2 minggu mendatang.

Kronologi penemuan
Asal mula ditemukannya kasus tersebut berawal ketika seorang warga bernama Kanus Pasallik, warga Samping SD Kotaraja, mendapatkan satu unggasnya mati tepatnya Senin (18/6), sekitar pukul 07.30 WIT pagi hari kemarin. Namun sebelum ayam tersebut mati, satu hari sebelum kejadian yakni Minggu (17/6), 4 ayamnya juga telah mati, sehingga saat melihat 1 ayamnya tersebut telah mati lagi, dirinya langsung curiga ayamnya terserang kasus flu burung, karena itu dirinya melaporkan ke Puskesmas Kotaraja. "Ayam saya dua hari ini, berturut-turut mati, totalnya berjumlah 5 ayam, sehingga saya langsung melaporkan ke puskesmas Kotaraja, takut terjadi apa-apa,"jelasnya.

Hal yang sama juga dialami seorang tentangganya, yakni Ibu Kusna, dimana ayamnya kurang lebih 25 ekor telah mati berturut-turut sejak minggu lalu, yakni Rabu (13/6). Ayam tersebut semuanya sudah dimusnahkan dengan cara dikubur sendiri, sedangkan 5 ayam kambali lagi mati Senin (18/6) subuh kemarin, dengan demikian total ayam yang mati di daerah tersebut berjumlah 30 ayam (data sementara dari Dinkes Kota Jayapura).

" Ayam saya sejak minggu lalu sudah mati secara berturut-turut, pikir saya hanya karena racun atau sakit biasa, sehingga saya langsung kubur saja di belakang rumah saya, ternyata setelah petugas turun dan memeriksa beberapa ekor ayam dari tetangga saya, ternyata ada dugaan kuat terserang penyakit flu burung, sehingga saya juga takut ayam saya terserang penyakit flu burung,"jelasnya.

Hasil Pemeriksaan sementara
Sementara itu menurut dokter hewan dari Dinas Peternakan Provinsi Papua, drh, M Nadeak, pihaknya sudah memeriksa kotoran dari 2 ayam, ternyata dari uji cepat tesebut menunjukkan ayam-ayam tersebut terserang penyakit flu burung, namun sebagai bahan perbandingan untuk pemeriksaan lebih lanjut di BBV Maros, pihaknya juga sudah mengambil kotoran dari 2 ayam yang lain. Sampel itu rencananya akan dikirim bersama-sama dengan 2 ayam peratam yang sudah diperiksa kotorannya, untuk diperiksa di BBV Maros.

" Kami sudah lakukan uji cepat terhadap kotoran dari 2 ekor ayam, yang telah mati, ternyata hasil tes menunjukkan gejala-gejala kuat ayam-ayam tersebut mati karena terserang penyakit flu burung,"tambahnya.Lebih jauh diterangkan, pihaknya juga akan berkordinasi dahulu dengan Kepala Dinas Peternakan Provinsi untuk meminta pesetujuannya, guna mengirim hasil kotoran hewan yang mati tersebut, untuk dilakukan pemeriksaan di Maros.Sedangkan Kasubdin P2M Dinas Kesehatan Kota Jayapura,Ny, Petronela Anitu Basik-Basik,SKM, yang juga langsung turun ke TKP, menyarankan agar warga di sekitar TKP harus berhati-hati dan lebih waspada, jika ada warga dicurigai terserang flu burung dengan ciri-ciri deman tinggi yang tidak turun-turun sampai 38 C serta sakit tenggorokan, batuk, nyeri otot, sakit kepala dan infeksi pada mata agar segera melapor ke Dinas Kesehatan Kota Jayapura, atau ke Puskesmas terdekat guna mendapatkan pertolongan. Untuk pertolongan kepada warga tersebut tidak dipungut biaya.

"Untuk bisa menghindari virus ini menyebar dari ayam ke manusia, saya himbau agar warga lebih berhati-hati. Sedangkan untuk mereka yang peternak saat kontak lansung dengan unggasnya, saya sarankan agar mempergunakan masker dan sarung tangan," ajaknya.Setelah dilakukan pengambilan sampel dari ayam-ayam tersebut, petugas bersama dengan warga setempat, langsung mengumpulkan bangkai ayam-ayam tersebut dalam 1 lobang, dan selanjutnya membakarnya. Sedangkan petugas yang lain, melakukan penyemprotan desinfektan di kandang-kandang milik warga setempat, serta di sekitar halaman rumah milik warga. Penyemprotan itu dilakukan sebagai upaya mengantisipasi menularnya kasus tersebut.(cak)

12 June 2007

Info : Penderita Diabetes Meningkat

(www.cenderawasihpos.com, 11 Juni 2007)
JAYAPURA-Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II Jayapura, dr Maurits Okoseray mengatakan, meski belum ada angka yang pasti berapa jumlah penderita Dibetes Melitus (DM) di Papua, namun dilihat dari banyaknya jumlah pasien penyakit yang biasa disebut kencing manis ini datang berobat ke rumah sakit, maka dapat dikatakan bahwa penderita penyakit ini semakin meningkat.


Hal itu diungkapkannya saat memberi sambutan pada pembukaan acara seminar awam hidup sehat dengan diabetes melitus, di Hotel Yotefa View Jayapura, Sabtu, (9/6). Acara ini dihadiri 40 peserta yang berasal dari masyarakat awam dengan menghadirkan pembicara dari RSUD Dok II Jayapaura dan RSUD Abepura.

Menurutnya, setiap orang menginginkan untuk hidup sehat, namun setiap orang pasti pernah sakit. Khususnya, bagi penderita sakit DM agar dapat melakukan aktivitas sehari-hari sama dengan orang sehat lainnya, maka orang tersebut perlu melakukan perawatan taratur menuju hidup sehat.
Hidup sehat yang dim0aksudkan agar tidak terjadi komplikasi yang menyebabkan timbulnya penyakit lainnya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan diet, dimana disini pasien dapat mengatur pola makan dan olahraganya agar dapat mengendalikan glukosa darah. "Saya mendukung seminar ini dan semoga bermanfaat bagi yang mengikutinya,"jelasnya.

Sementara itu, salah seorang penyaji materi dr Samuel M Baso, Sp.PD mengatakan DM merupakan kumpulan beberapa yang timbul pada seorang akibat peningkatan glukosa dalam darah yang diakibatkan berkurangnya hormon insulin yang berguna mengatur glukosa dalam darah. "Insulin tidak masuk ke sel sehingga tidak dapat menjadi energi,"katanya kepada Cenderawasih Pos di sela-sela acara acara itu, Sabtu, pekan kemarin.

Lanjut dia, DM merupakan penyakit kronis yang disebabkan meningkatnya gula darah, sehingga apabila tidak dirawat dengan teratur dapat menimbulkan komplikasi penyakit lainnya, seperti jantungan, gagal ginjal, stroke, luka di kaki yang tidak sembuh-sembuh dan lainnya.
Sekedar diketahui, penyaji materi dalam acara ini diantaranya, dr Yovita Hartati (hidup sehat dengan diabetes), C. Singgih Wahono (komplikasi DM pada ginjal dan jantung), Manuntun Rotua (perencanaan makanan DM), Indrajaya (syaraf), dan Samuel Maripadang Baso (hidup sehat dengan diabetes).

Selain itu, pada kesempatan seminar untuk orang awam ini didirikan Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) yang merupakan organisasi sosial yang bersiafat mandiri, berorientasi pada kepentingan kesehatan masyarakat dan tidak mencari keuntungan materi maupun keuntungan lainnya.(api)

Info : Menkes: Tiga Bulan Obat Murah Sampai ke Daerah

(www.cenderawasihpos.com, 11 Juni 2007)
JAKARTA-Kekosongan stok obat serba seribu Rupiah karena diborong oleh spekulan sempat membuat jengkel Menkes Siti Fadilah Supari. Untuk mengatasinya, dia berniat memotong jalur distribusi ke masyarakat. Rencananya pemerintah akan langsung mengirim obat murah ke desa siaga. Dengan cara ini dia berharap dalam waktu tiga bulan, 12 jenis obat murah dapat beredar di seluruh Indonesia.


Kelangkaan obat murah yang diujicoba di pasar Pramuka sangat disesalkan oleh Siti. "Saya ingin masyarakat mempunyai pilihan untuk mendapatkan obat murah,"ujarnya di Jakarta kemarin. Saat ini, lanjutnya, sudah waktunya masyarakat bisa menolak obat mana yang tak sanggup dibelinya.

Lebih jauh menkes yang murah senyum itu mengatakan akan berusaha keras untuk menjamin ketersediaan obat serba seribu. Tujuannya stok bisa sampai di masyarakat. Obat murah yang memiliki merek sesuai dengan jenis penyakit yang akan disembuhkannya itu ternyata direspon bagus oleh masyarakat.

"Seharusnya obat murah baru bisa didapatkan di provinsi luar DKI Jakarta 3 bulan lagi, tapi belum ada tiga bulan obat itu sudah banyak yang mencari," katanya meyakinkan. Karena banyak yang mencari, sambungnya, ketika obat tersebut langka di Jakarta, langsung timbul kecurigaan. Penyebabnya, PT Indofarma-produsen obat serba seribu-sudah tiga kali memproduksi obat dalam jumlah besar namun obat tersebut tetap sulit didapat.

Menurut menteri ahli jantung itu, setelah diselidiki ternyata obat murah itu diborong oleh satu spekulan. Spekulan itu diketahui juga sebagai produsen farmasi. "Saya sudah menegurnya dan meminta dia memproduksi obat serupa kalau ingin untung," tegasnya. Apakah langkah itu cukup untuk mencegah tindakan serupa terjadi lagi? Dia mengaku tidak.

"Makanya saya sedang memikirkan langkah alternatif," tambahnya. Langkah tersebut adalah langsung menjualnya ke desa siaga yang tahun lalu telah ada sebanyak 12 ribu di seluruh Indonesia. Untuk mematangkan rencananya, hari ini, Siti mengungkapkan akan membuat rapat konsolidasi dengan perusahaan farmasi BUMN.

Dalam rapat itu juga akan dibicarakan tentang mekanisme sanksi terhadap produsen obat spekulan. Jika rencananya ini disepakati oleh semua pihak, maka pemerintah akan mengawasi langsung distribusi 12 jenis obat serba seribu ini. "Saya berharap dengan cara ini spekulan akan kesulitan memborong obat murah," katanya dengan nada serius.(nue)

08 June 2007

Info : Menteri Kesehatan APEC Bahas Pandemi Influenza

(www.depkes.go.id, 08 Juni 2007)
Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP(K) hadiri pertemuan Menteri-menteri Kesehatan negara anggota APEC yang dibuka kemarin tanggal 6 Juni 2007 di Sidney Australia. Pertemuan yang berlangsung tanggal 6-8 Juni 2007 ini, bertema Membangun Investasi Kita: Pendekatan Berkesinambungan dan Multi-sektoral terhadap Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi dan Ancaman Kesehatan yang Baru Bermunculan (Building Our Investment: A Sustainable and Multi-sectoral Approach to Pandemic Preparedness and Emerging Health Threats). Selain menjadi wadah pertukaran informasi perkembangan atau keberhasilan penanganan penyakit menular, khususnya Flu Burung, pertemuan juga menjadi ajang pembahasan rencana aksi penanganan flu burung dan pandemi flu di kawasan Asia-Pasifik.

Isu Flu Burung juga menjadi pokok bahasan di pertemuan sejenis sebelumnya, yaitu pertemuan di Thailand pada tahun 2003 dan di Vietnam pada tahun 2006. Hal lain yang akan dibicarakan dalam pertemuan yang dihadiri 21 negara ini adalah agenda HMM (Health Ministers Meeting) yang kuat dan relevan. Negara-negara partisipan dalam HMM tersebut adalah Indonesia, Brunei, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Cina, Hongkong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Kanada, Chile, Amerika Serikat, Meksiko, Peru, Rusia, Selandia Baru, Papua Nugini, dan tuan rumah Australia.

Selama ini, APEC HMM merupakan forum untuk konsultasi dan diskusi kerjasama kegiatan untuk mengendalikan penyebaran SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). Dalam pertemuan dibahas perencanaan peningkatan upaya penangkalan wabah penyakit menular, dan pembentukan proyek untuk menyiapkan region terhadap kemungkinan wabah flu burung dari virus H5N1.

Dalam pertemuan tersebut, Menteri Kesehatan, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) menyampaikan keberhasilan Indonesia dalam menyusun Rencana Strategis Nasional untuk Pengendalian Flu Burung dan Kesiap-siagaan Menghadapi Pandemi Influenza. Indonesia juga telah berhasil melaksanakan program Desa Siaga yang memberdayakan masyarakat pedesaan untuk mendukung usaha tanggap pemerintah menghadapi berbagai jenis bencana, termasuk kemungkinan pandemi Flu Burung.

Dr. Siti Fadilah Supari juga mengingatkan negara-negara APEC untuk mengemban resolusi baru WHO, hasil dari World Health Assembly ke 60 bulan lalu, tentang Kesiap-siagaan terhadap Pandemi Influenza, yang menyorot pertukaran virus dan akses terhadap vaksin, yang adil dan manfaatnya. Dengan resolusi ini, maka negara-negara APEC perlu menggali berbagai kemungkinan guna menyusun acuan pertukaran virus secara transparan dan adil. Mekanisme pertukaran yang akan dibentuk juga harus sungguh-sungguh berupaya agar semua negara secara setara mendapat manfaat dari pertukaran virus ini, terutama bagi negara-negara yang terjangkit virus Flu Burung yang tergolong negara berkembang.

Kesetaraan juga harus mencakup aspek pembuatan, penyediaan, dan pendistribusian vaksin. Kapasitas produksi global vaksin season influenza untuk dunia saat ini hanya sebesar 500 juta dosis. Jumlah ini menimbulkan pertanyaan seperti apakah tersedia cukup vaksin, atau bagaimana penentuan harga, dan kapankah persediaan akan siap. Berlandaskan keadaan ini, maka dua hal harus diatur dalam Rencana Aksi yaitu peningkatan kapasitas negara berkembang dan ketersediaan akses yang setara untuk mendapatkan vaksin dalam keadaan pandemi.
Untuk menjaga stabilitas negara jika pandemi terjadi, jumlah persediaan vaksin yang disimpan (stockpille) minimal 1% dari jumlah penduduk. Jika suatu negara yang terkena pandemi dianggap layak meminta tambahan vaksin, maka harga yang ditetapkan seharusnya kurang dari 1 dolar US per dosis.

Selain penyakit flu yang berpotensi pandemi, negara-negara berkembang di Asia Pasifik juga masih berjuang mencoba mengalahkan berbagai penyakit. Menurut Menkes RI, masalah utama pengendalian penyakit-penyakit tersebut adalah sedikitnya tes diagnostik yang dapat digunakan pada wilayah yang miskin infrastruktur, di daerah terpencil dengan sumber daya terbatas, termasuk keterbatasan laboratorium dan sumber daya manusia yang melakukan tes dan melakukan proses laboratorium. Diagnosis tuberkulosis misalnya, ketidakpraktisan penggunaan sputum mengindikasikan perlunya alat diagnostik yang lebih dapat digunakan di wilayah manapun dengan berbagai peralatan atau proses yang sederhana.

Vaksin, alat diagnostik, dan berbagai produk kesehatan tentu akan lebih terjangkau jika saja dilakukan kembali pengaturan pemberian Hak Kekayaan Intelektual. Saat ini, paten bisa diberikan pada satu pihak meskipun pihak tersebut bukanlah pemilik asal virus yang dipatenkan. Suatu lembaga atau perusahaan bisa mematenkan suatu jenis virus tertentu meskipun virus tersebut didapatkannya dari pihak lain atau dari suatu negara yang menyumbangkan virusnya kepada WHO. Kemudian, pemberian paten materi biologis berkembang ke pemberian paten untuk membuat, menggunakan dan menjual produk hasil materi biologis tersebut. Pemberian paten semacam ini adalah penghambat besar pengembangan obat, vaksin, alat tes, atau produk kesehatan lainnya agar efektif dan murah.

Keadaan-keadaan di atas menggambarkan betapa tidak seimbangnya keuntungan dan kerugian yang didapatkan oleh negara-negara maju dibandingkan dengan negara-negara berkembang. Padahal, globalisasi telah melahirkan kesadaran bahwa keamanan kesehatan global ditentukan oleh keadaan kesehatan di setiap negara di bumi ini. Kesehatan global tak akan tercapai tanpa menjadikan usaha memperkecil kesenjangan antara negara maju dengan negara berkembang sebagai agenda APEC dan dunia. Demikian Menkes RI menutup pidatonya, yang disampaikan di Hotel Westin, Sidney.

Bersama Menkes, turut hadir sebagai delegasi Indonesia, Ketua Pelaksanan Harian Komnas Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza, Bayu Krisnamurthi, Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan, dr. Indriyono Tantoro, Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Kesehatan Publik, dr. Widjaya Lukito, PhD, Kepala Pusat Komunikasi Publik, dr. Lily. S. Sulistyowati, MM, serta Kabag Program dan Informasi Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dr. Tunggul Sihombing.

(Sumber : Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52960661, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.)

Gubernur Papua bertemu Menteri Kesehatan

Foto : Abdul Muthalib / KKP Jayapura

(KKP Jayapura, 7 Juni 2007)
Setelah acara presentasi dari Ibu Menteri Kesehatan dilaksanakan, pada malam harinya dilanjutkan dengan acara pertemuan sekaligus makan malam bersama dengan Gubernur Papua, Bpk. Barnabas Suebu SH.

Hadir pada acara pertemuan Dirjen PP-PL, Bpk. Dr. I Nyoman Kandun, Kadinas Kesehatan, Bpk. Tigor Silaban, Kepala Kantor KKP Jayapura, Bpk. Junghans Sitorus, SKM, M.Kes, dan bapak-bapak dari dinas terkait serta tamu undangan lainnya.

Dalam acara pertemuan tersebut Ibu Menkes membahas tentang rencana dan langkah-langkah yag akan ditempuh dalam melakukan Save Papua untuk penangulangan HIV-AIDS di Papua.

“SAVE PAPUA” Upaya Penyelamatan Papua dari kasus HIV di tanah Papua

Menteri Kesehatan, didampingi Wakil Gubernur Papua dan Ditjen PP & PL serta ketua KPAD Papua

(KKP Jayapura, 7 Juni 2007)
Sebagai tindak lanjut Hasil Surveilans Terpadu HIV/AIDS dan perilaku (STHP) di Papua yang menemukan bahwa secara prevalensi HIV di tanah Papua mencapai 2,4 persen, Menteri Kesehatan Ibu Dr. dr. Siti Fadillah Supari SpJP(K) mengunjungi Jayapura dengan memberikan presentasi dan penjelasan tentang upaya penyelamatan dalam rangka penanggulangan HIV/AIDS di Papua dengan satu upaya terobosan yang diberi nama “SAVE PAPUA” .

Menkes bertekad akan membuat terobosan untuk menanggulangi HIV/AIDS di Papua termasuk perbaikan kesehatan masyarakat secara umum di daerah ini. “Salah satu cara memang kita harus membuat terobosan jadi door to door atau kampung to kampung”, ujar beliau ketika memberikan keterangan dalam sesi tanya jawab kepada peserta acara.


Pada kesempatan lain Ibu Menkes bertemu dan berbincang-bincang dengan Kepala Kantor dan beberapa staf KKP Jayapura.

Tim KKP Jayapura berpose bersama Ibu Menteri Kesehatan

Kunjungan Ditjen PP-PL di Jayapura

Foto : Rexy Sitorus / KKP Jayapura
Dalam rangka presentasi hasil Surveilans Terpadu HIV/AIDS dan perilaku (STHP) di Papua
Hasil Surveilans Terpadu HIV/AIDS dan perilaku (STHP) di Papua menemukan bahwa secara total prevalensi HIV pada penduduk di tanah Papua mencapai 2,4 persen. Jumlah ini merupakan tingkat yang sangat tinggi dibandingkan dengan prevalensi HIV didaerah lain di tanah air.
Berdasarkan jenis kelamin diketahui ternyata laki-laki memiliki prevalensi tertinggi mencapai 2,9 persen dibandingkan kaum perempuan yang hanya 1,9 persen. Hal ini seperti dikemukakan Ditjen PP-PL , Bpk. Dr. I Nyoman Kandun, disela-sela diseminasi hasil SHTP Papua di gedung Sasana Krida, Kantor Gubernur Papua pada hari Rabu, 30 Mei 2007.

“Dari hasil STHP itu, laki-laki memiliki prevalensi lebih tinggi artinya laki-laki yang lebih banyak melakukan penularan HIV,” ungkap Bpk. Ditjen PP-PL.

Lanjut beliau, hal ini dikarenakan bila dibanding wanita , laki-laki memiliki mobilitas yang tinggi, sehingga memungkinkan memiliki prevalensi tertinggi. “ Bisa saja sekarang dia sarapan disini, besok makan siang di Jakarta, lalu makan malam ditempat lain,” ujarnya. Selain itu, dari angka yang ada, laki-laki lebih banyak pasangan wanitanya daripada kaum wanita yang multipatners sekalipun, laki-laki lebih banyak patnernya.

Yang aneh lagi, dari hasil survei yang dilakukan sesuai klasifikasi di tiga tempat yakni pesisir mudah, pegunungan dan pesisir sulit itu ditemukan ternyata penduduk di pesisir sulit lebih tinggi prevalensi HIV-nya bila dibanding di pesisir mudah dan pegunungan.

“Hal ini tentu memprihatinkan dan sudah lampu merah dan harus diwaspadai,” ujarnya. Tidak hanya itu, dari hasil survei itu juga ditemukan penduduk etnis Papua tertinggi prevalensi HIV-nya daripada etnis non Papua.

Karena itu, Departemen Kesehatan akan menerapkan treatment khusus untuk Papua dalam penanggulangan HIV/AIDS ini. “ Nanti Ibu Menteri Kesehatan yang akan jelaskan treatment khusus tersebut besok (Kamis, tgl 31 Mei 20007) “, kata beliau.

Disela-sela kesibukan, Bpk Ditjen PP-PL juga bertemu dan berbincang-bincang dengan Kepala Kantor dan beberapa staf KKP Jayapura.

07 June 2007

Pelatihan : Pemeriksaan Air Bersih Secara Biologi dan Kimia

(KKP Jayapura, 06 Juni 2007)
Pada tanggal 21-25 Mei 2007 selama 5 hari telah diadakan Pelatihan On The Training Pemeriksaan Air Bersih secara Biologi dan Kimia, yang diselenggarakan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular, Jakarta.
Oleh KKP Jayapura, diwakili oleh Ibu Manita Tana, AmdK yang merupakan petugas laboratorium KKP Jayapura.

Pada pelatihan ini didalam pemeriksaan air bersih dilakukan 2 tahapan.
  1. Tahapan pemeriksaan secara Biologi, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya bakteri dan mengetahui total jumlah coliform dan fecal coliform
  2. Tahapan pemeriksaan secara Kimia, dimana dilakukan 2 tahapan , (1) paremeter lapangan (yg terdiri dari bau, ph, jml zat padat terlarut, kekeruhan, rasa, suhu, warna, sisa chlor. (2)Parameter kimia (terdiri dari air raksa, arsen, besi, florida, kesadahan (CaCo3), klorida, kroniumval 6, mangan, nitrat, nitrit, selenium, seng, sianida, sulfat, timbal, zat organik).

05 June 2007

Studi Banding (Bagian 2) : Melihat dari dekat aktifitas staf Wilker Bandara Selaparang dan mengikuti proses Sanitasi Pesawat dimalam hari

(KKP Jayapura, 2 Juni 2007)
Pada siang harinya tim studi banding mengikuti presentasi dari Koordinator Wilker Selaparang Bpk. Ady Rospandi yang menjelaskan tentang tupoksi dan hal ikhwal kegiatan di wilker Selaparang.

Melihat langsung aktifitas staf wilker Selaparang. Proses diskusi dan tanya jawab berlangsung setelah pemaparan disajikan. Setelah selesai, kemudian tim studi banding menuju ke kantor wilker bandara selaparang untuk melihat langsung dari dekat aktifitas staf Wilker Bandara Selaparang.

Setibanya dibandara, tim diajak menuju kekantor wilker Selaparang. Letak kantor wilker ini berada paling depan dari pintu kedatangan penumpang khususnya pesawat dari luar negeri, sehingga memudahkan memantau dan melihat langsung kedalam landasan pacu bandara ketika penumpang turun. Selain kantor wilker selaparang, dalam ruangan ini juga telah tersedia kantor lainnya seperti karantina hewan, karantina tumbuhan, kantor imigrasi, bea dan cukai serta kantor terkait lainnya.

Satu persatu informasi dan penjelasan diberikan oleh staf wilker Selaparang kepada tim studi banding mengenai kegiatan mereka dalam bandara ini. Dan bagi tim studi banding hal ini merupakan masukan yang berharga dan berguna. Setelah kegiatan ini, tim studi banding kembali ke kantor induk KKP Mataram, dan akan dilanjutkan malam harinya dengan melihat proses sanitasi diatas pesawat.

Pada malam harinya ditemani Kasi PRL Bpk Herman H, SKM dan Koordinator Wilker Selaparang Bpk. Ady Rospandi, tim studi banding kembali ke bandara Selaparang untuk mengikuti proses sanitasi pesawat. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya pesawat Lion mendarat dibandara Selaparang dan dilakukan proses sanitasi pesawat. Oleh tim studi banding melihat langsung dari dekat proses sanitasi ini, sehingga hal ini menjadi input yang sangat baik.

Keesokan harinya tim studi banding mampir ke kantor induk KKP Mataram untuk berpamitan dengan staf KKP Mataram. Terima kasih banyak disampaikan oleh tim studi banding dari KKP Jayapura kepada Kepala Kantor dan seluruh jajaran staf KKP Mataram atas kesediaanya membantu dan memberikan keterangan dalam kegiatan studi banding ini. Dan semoga ini menjadi pengalaman yang berharga dan nantinya dapat diaplikasikan di KKP Jayapura.

04 June 2007

Studi Banding (Bagian 1) : Ke KKP Mataram

(KKP Jayapura, 1 Juni 2007)
Dalam rangka sharing informasi dan melihat dari dekat kegiatan staf KKP Mataram

Pada hari Senin tanggal 21 Mei 2007 Tim KKP Jayapura melakukan kegiatan mengunjungi beberapa KKP yang ada di Indonesia. Kegiatan ini ditujukan dalam rangka sharing informasi dan melihat dari dekat aktifitas kegiatan staf dari KKP lain, agar tim KKP Jayapura bisa mendapatkan masukan dalam melaksanakan tupoksi. Tim ini terdiri dari Kepala Kantor, Bpk. Junghans Sitorus SKM, M.Kes, Staf Wilker Bandara Sentani, Ibu Tatap Shinta Sihombing , AMK, Bpk. Yohanis Rumaseuw, Kasi Karantina, SE dan UKP, Ibu Sitti Nurlia S.Si, Apt , Staf PRL, Ibu Yuliana Luhung dan Staf TU, Abdul Muthalib S.Kom.

Sebelum tiba di KKP Mataram, tim studi banding mampir sejenak di Wilker Bandara Hasanuddin KKP Makassar, yang terletak dekat dengan Bandara Hasanuddin. Dari Wilker Bandara Hasanuddin diwakili Bpk. Darsono menerima tim studi banding di kantor wilker bandara. Kurang lebih 45 menit tim studi banding saling bertukar informasi seputar kegiatan di wilker bandara. Proses sharing informasi berlangsung santai dan diserta tawa dan canda, sehingga tidak terasa tim studi banding harus melanjutkan perjalanan lagi menuju KKP Mataram. Namun sebelumnya tim menyempatkan makan siang dengan menu khas makassar sop sodara dan ikan bakar bolu.

Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju pulau lombok. Begitu sampai dan menginjakkan kaki di bumi gora ini, tim studi banding disuguhkan pemandangan bandara selaparang yang elok dan menawan tersaji rapi dan teratur. Oleh Kasi Karantina, Bpk Herman dan staf Wilker Bandara Selaparang KKP Mataram, tim studi banding dijemput dan disambut baik serta diantar ketempat penginapan. Setelah beristirahat sejenak tim studi banding dijamu makan malam bersama dengan kepala Kantor KKP Mataram, Bpk. H. Moch Mardi, SKM, M.Kes beserta Kasi Karantina dan Kasi PRL.

Pada pagi harinya tim studi banding ke kantor induk KKP Mataram yang megah dan elok bangunannya. Satu persatu staf KKP Mataram bertemu dengan tim studi banding dan saling memperkenalkan diri. Setelah itu tim mengikuti acara pertemuan dengan Tim dari Karantina Kesehatan Jakarta serta pemaparan presentasi dari kepala kantor KKP Mataram tentang KKP dalam pengawasan penyakit lintas batas.


Banyak masukan dan informasi yang didapat dari presentasi yang disajikan Kepala Kantor KKP Mataram. Diantaranya beliau menyampaikan bagaimana terlaksananya tupoksi KKP Mataram. Juga beliau memberikan sebuah ungkapan dalam bentuk nasehat “Don’t be a part problem, but be a part of solution “.

02 June 2007

Foto Kegiatan : Studi Banding (Bagian 1) : Ke KKP Mataram

Tim studi banding di wilker bandara Hasanuddin, KKP Makassar

Tim studi banding di Kantor Induk KKP Mataram

Tim studi banding di Kantor Induk KKP Mataram

01 June 2007

Hasil STHP 2006 : Kasus HIV/AIDS di Papua Tertinggi di Indonesia

(www.depkes.go.id , 31 May 2007)
Berdasarkan hasil Surveilans Terpadu HIV-Perilaku 2006 (STHP2006) atau IBBS (Integrated Bio Behavioral Survey) di Papua, diketahui prevalensi HIV pada penduduk Tanah Papua lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk wilayah lain di Indonesia. Survei juga menunjukkan, persebaran kasus HIV tampaknya meluas ke semua wilayah Papua.

Sampai dengan 31 Maret 2007, sebagaimana dilaporkan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP & PL), total kasus AIDS di Papua per 100.000 penduduk adalah 1.122 kasus, 227 diantaranya meninggal. Rata-rata kasus (case rate=CR) mencapai 60.93 jauh lebih tinggi dari CR Nasional (3.96). Sementara hasil estimasi populasi rawan tertular HIV di Papua mencapai 22.220. Hanya sebagian kecil dari estimasi kasus HIV ditemukan di kelompok rawan seperti pengguna napza suntik, wanita penjaja sex (WPS), pelanggan WPS, dan waria. Sementara sebagian besar (21.110) ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) adalah bagian dari masyarakat umum.

Survei bertujuan mendapat gambaran epidemi yang terjadi, baik pada kelompok risiko rawan maupun pada masyarakat umum. Survei terpadu yang dilakukan pada tingkat rumah tangga ini dirancang untuk lebih memahami prevalensi HIV serta dinamika penularan guna memerangi infeksi HIV dan AIDS di Tanah Papua. Harapannya, dalam waktu dekat Pemerintah Pusat maupun Daerah bersama-sama dengan semua sektor dapat merencanakan respons yang sesuai dengan kecenderungan penyebaran.
Demikian hasil STHP2006 yang disosialisasikan dalam acara “Diseminasi Survei Terpadu HIV dan Perilaku Tahun 2006 di Tanah Papua”, yang diadakan di Jayapura 30 – 31 Mei 2007. Survei telah dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober 2006, bersama-sama antara Depkes, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Komisi Penganggulangan AIDS (KPA) Papua dan Papua Barat, dengan didukung Bank Dunia serta Aksi Stop AIDS-Family Health International (ASA-FHI).

Berdasarkan sasaran survei, terpilih 10 Kabupaten/Kota dari Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat. Dari total 1.7 juta penduduk, dipilih 6.500 sampel. Usia responden dalam STHP2006 berkisar antara 15-49 tahun dengan persentase terbesar bekerja sebagai petani. Survei dilakukan menurut 3 topografi wilayah, yaitu wilayah Pesisir Mudah, Pesisir Sulit dan Pegunungan. Lebih dari 50% penduduk tinggal di Pesisir Mudah, sekitar 28% tinggal di Pegunungan, sisanya sekitar 20% tinggal di Pesisir Sulit.

Dalam pengumpulan data, responden diwawancarai secara langsung dan diambil sampel darahnya oleh petugas STHP2006 yang telah dilatih. Wawancara dilakukan pada suatu tempat tertentu dan responden tidak ditemani oleh orang lain sehingga kerahasiaan hasil wawancara dan tes darah dapat dijamin.

Berkaitan dengan perilaku seks, diketahui banyak penduduk yang melakukan hubungan seks pertama sebelum usia 15 tahun. Kecenderungan ini jauh lebih tinggi pada penduduk perempuan. Dari 50% responden melakukan hubungan seks pertama dengan isteri atau suami atau pasangan tetap, 40% dengan teman, dan 1,6% melakukan hubungan seks dengan penjaja seks.

Untuk kelompok umur muda (15 -24 tahun), baik laki-laki maupun perempuan, lebih banyak memiliki pasangan lebih dari satu. Secara umum, dalam setahun terakhir lebih dari 20% penduduk laki-laki mengaku punya pasangan seks lebih dari satu, dan 8% pada penduduk perempuan. Dalam setahun ini, sekitar 16% penduduk melakukan hubungan seks dengan bukan pasangan, dimana lebih dari setengahnya melakukan dengan imbalan.

Hasil survei antara lain menunjukkan, gejala infeksi menular seksual (IMS) lebih banyak ditemukan pada penduduk yang punya beberapa pasangan seks dan pada yang melakukan hubungan seks dengan imbalan. Untuk mengobati IMS, penduduk di wilayah pegunungan memilih berobat ke petugas kesehatan. Sementara di wilayah pesisir sulit, 43% penduduk tidak melakukan tindakan pengobatan.
Dalam SHTP2006, disebutkan bahwa distribusi prevalensi HIV lebih tinggi di wilayah yang sulit diakses dan di daerah pedalaman. Hal ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS yang rendah, selain sulitnya memperoleh kondom. Akses utama mendapatkan kondom masih terbatas di apotek dan klinik.

Berdasarkan hasil survei, meski 50% penduduk menggunakan radio dan televisi sebagai sumber utama untuk mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS, namun secara umum tingkat pengetahuan penduduk masih rendah. Tercatat 48% diantaranya belum pernah mendengar tentang HIV/AIDS. Sementara pemahaman yang salah tentang HIV/AIDS juga masih tinggi pada sebagian besar penduduk, hal ini merata pada berbagai tingkat pendidikan.

Tidak seperti perkiraan sebelumnya, konsumsi alkohol tidak banyak terkait dengan perilaku seks. STHP2006 menunjukkan, penduduk Tanah Papua yang minum alkohol sebelum hubungan seks hanya 13,6%, dan hanya 4,6% mengaku sering atau setiap kali mengkonsumsi alkohol sebelum hubungan seks.

Mengingat tingkat epidemi yang telah meluas di Propinsi Papua dan Irian Jaya Barat, perlu upaya penanggulangan dari berbagai aspek, dengan intensif dan cakupan yang lebih luas. Salah satu langkah penting pencegahan perluasan kasus adalah dengan memutus mata rantai penularan melalui penemuan kasus secara dini. Pemerintahan pusat dan daerah perlu berkomitmen untuk mendukung upaya pengendalian HIV dan AIDS di Indonesia terutama Tanah Papua, serta meningkatkan kemauan politik dan kepemimpinan yang kuat untuk mengatasi kompleksitas permasalahan HIV dan AIDS bersama-sama dengan pihak swasta, tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga donor, lembaga PBB, dan masyarakat umum termasuk orang yang hidup dengan HIV dan AIDS (ODHA). Kebersamaan dalam upaya pengendalian HIV dan AIDS dapat dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan kerja dan masyarakat. Ini perlu dimulai sekarang juga, sebelum semuanya lebih terlambat.

Sumber : Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52960661, atau e-mail puskom.depkes@gmail.com dan puskom.publik@yahoo.co.id.

Foto Pilihan : SENAM BERSAMA DALAM RANGKA HARI MALARIA SEDUNIA KE-3

Foto Pilihan : SENAM BERSAMA DALAM RANGKA HARI MALARIA SEDUNIA KE-3
Staf KKP Kelas II Jayapura Photo Bersama Setelah Kegiatan