Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

21 December 2007

Foto : uji sampel air

Tim KKP Jayapura dari Seksi PRL melakukan uji sampel air di laboratorium KKP Jayapura, guna mendapatkan informasi akurat tentang kualitas air apakah dapat digunakan oleh masyarakat atau tidak

17 December 2007

Usaha Lebih Serius Mengatasi Gangguan Pendengaran

(www.depkes.go.id, 17 Desember 2007)
Hari Kamis, 14/12/2007, Menteri Kesehatan RI, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K), mengukuhkan anggota Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian. Acara pegenalan Komnas PGPKT ini kepada umum dilakukan di Hotel Aston Atrium Senen, Jakarta, segera setelah acara pengukuhan anggota Komnas yang ditetapkan berdasar Keputusan Menteri Kesehatan No. 768/Menkes/SK/VII/2007.

Mereka yang akan bekerja dalam Komnas PGPKT adalah Ny. Mufidah Yusuf Kalla sebagai Pembina dan Dr. Damayanti Soetjipto, Sp.THT-KL(K) sebagai Ketua. dr. Edi Suranto, MPH dan dr. Sosialisman, Sp.THT-KL(K) sebagai wakil ketua, Dr. Ratna. D. Restuti, Sp. THT-KL dan dr. Sulastini, Mkes sebagai sekretaris, dr. Semiramis, Sp.THT-KL(K) sebagai bendahara. Selain itu terdapat sepuluh anggota yaitu Prof. Dr. Hendarto Hendarmin, Sp.THT-KL(K), dr. Bambang Hermani, Sp.THT-KL(K), dr. Ronny Suwento, Sp.THT-KL(K), dr. Soekirman Soekin, Sp.THT-KL(K), Dr.Dr. Jenny Bashirudin, Sp.THT-KL(K), Hatta Kasoem, Manfred Stoifel, dr. Stefanus Indradjaya, Iffet Sidharta dan Charles Bonar Sirait.

Gangguan pendengaran, seperti juga gangguan pada indera lain, tentu cukup menghambat lancarnya fungsi sehari-hari penderitanya. Dengan anggota dari unsur pemerintah, wakil organisasi profesi, asosiasi, pemerhati, LSM, dunia usaha, swasta dan perorangan yang dianggap memiliki komitmen tinggi, diharapkan Komnas PGPKT dapat melahirkan usaha-usaha kreatif untuk mencegah dan mengatasi gangguan pendengaran dan ketulian. Untuk itu, tugas pokok dan fungsi Komnas PGPKT adalah memberi masukan kepada pemerintah melalui Menkes dalam menyusun kebijakan dan program penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian, membantu memfasilitasi terbentuknya komite PGPKT di propinsi dan kabupaten/kota, mengkoordinasi peningkatan dan pemanfaatan sumber daya untuk kegiatan-kegiatan penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian, serta menjadi mediator/koordinator peningkatan sumber daya yang ada nantinya. Komnas akan merengkuh kerjasama para dokter, perawat, asisten audiologi, audiometris, terapis wicara, pendidik, teknisi dan masyarakat agar usaha mereka didasari oleh visi yang sama.

Menteri Kesehatan berharap terbentuknya Komnas PGPKT dapat menguatkan kerjasama pemeritah dan berbagai pihak untuk memobilisasi sumber daya dan menyelaraskan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia yang bergerak dalam usaha pencegahan dan penanganan gangguan pendengaran dan ketulian. Menkes juga mengharapkan agar Komnas ini dapat menyebarkan informasi tentang gangguan pendengaran dan ketulian sehingga pengetahuan dan partisipasi masyarakt dapat meningkat. Peningkatan kesertaan masyarakat juga dapat digerakkan lewat Pos Kesehatan Desa, Posyandu Balita serta Posyandu bagi Penduduk Usia Lanjut (Usila).
Komnas ini akan menggerakkan upaya promotif, preventif, dan tentu saja memberikan pelayanan kesehatan indera pendengaran yang optimal untuk tindakan kuratif dan rehabilitatif. Ke depan, selain dapat membantu mereka yang terkena gangguan pendengaran dan ketulian, Komnas diharapkan juga dapat mengusahakan pencegahan yang lebih efektif.

Saat ini, sekitar 4-5 ribu bayi lahir tuli setiap tahunnya. Dari survei kesehatan indera di 7 propinsi pada tahun 1994-1996 lalu saja diketahui bahwa 0,4% penduduk Indonesia menderita ketulian dan 16,8 % penduduk Indonesia menderita gangguan pendengaran. Jadi, diperkirakan setidaknya sekitar 4 juta penduduk Indonesia tak dapat mendengar dengan baik. 3,1% dari mereka, menderita gangguan karena infeksi telinga tengah (otitia media supuratif kronik/OMSK) yang antara lain juga disebabkan paparan asap rokok pada anak-anak. 0,1% tuli karena obat toksik (ototoksitas) dan 2,6% tuli karena usia lanjut (presbikusis). 0,3% menderita ketulian karena terpapar kebisingan.

Makin bisingnya lingkungan karena makin banyaknya kendaraan bermotor, tidak terawatnya mesin dan knalpot kendaraan bermotor tersebut, serta kerapnya penggunaan klakson, tentu akan menambah faktor riiko gangguan pendengaran. Pembangunan gedung-gedung, pengoperasian mesin-mesin pabrik tanpa memenuhi persyaratan kesehatan pendengaran, menambah paparan kebisingan di dunia kerja. Mesin-mesin rumah tangga yang tidak terawat seperti pendingin ruangan, kipas angin, dan peralatan listrik lain juga menyumbang pada kebisingan di dalam rumah, bahkan ke lingkungan tetangga. Gaya hidup kini seperti penggunaan earphone, headphone, bahkan handphone untuk mendengarkan musik, terutama dengan volume yang tinggi, menambah banyaknya faktor risiko ketulian.

Dari hasil pertemuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kawasan SEARO di Srilanka pada tahun 2002, ditetapkan bahwa ketulian akibat paparan terhadap kebisingan menjadi salah satu prioritas utama masalah gangguan yang harus ditanggulangi, tentu saja selain upaya pencegahan dan penanganan OMSK dan presbikusis. Prioritas juga ditujukan pada upaya penanganan atau penemuan dan inovasi yang dapat membantu para penderita tuli kongenital (tuli saat lahir karena berbagai sebab). Menindak-lanjuti pertemuan di atas, telah dibentuk forum regional Asia Tenggara untuk menanggulangi gangguan pendengaran dan ketulian, di Bangkok, tanggal 4 Oktober 2005. Organisasi ini dengan 11 anggotanya bertujuan menurunkan angka gangguan pendengaran dan ketulian di wilayah Asia tenggara, sebesar 50% di tahun 2015, dan 90% di tahun 2030.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52960661, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

06 December 2007

Sekitar 40 Juta Anak di Bawah Usia 15 Tahun Mengalami Kekerasan dan Penelantaran

(www.depkes .go.id, 6 Desember 2007)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa secara global sekitar 40 juta anak usia di bawah 15 tahun mengalami kekerasan dan penelantaran yang memerlukan penanganan kesehatan dan sosial. Berdasarkan laporan Departemen Sosial, di Indonesia data kasus anak yang mengalami tindak kekerasan pada tahun 2006 adalah 182.400 kasus. Sedangkan data Pusdatin Komnas Perlindungan Anak memberikan gambaran adanya kecenderungan peningkatan baik jumlah maupun jenis kasus Kekerasan Terhadap Anak (KTA) dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2004-2006). Gambaran tersebut merefleksikan kasus KTA sebagai “fenomena gunung es�, artinya yang terlihat dipermukaan adalah sebagian kecil saja dari kasus sebenarnya yang terjadi di masyarakat.

Masalah KTA di Indonesia seperti di negara-negara lainnya merupakan hal yang tersembunyi dan fenomena yang meluas. Hal ini terbukti dengan maraknya berbagai media massa yang memberitakan tentang kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini. Meningkatnya pemberitaan KTA tersebut karena adanya peningkatan jumlah kasus KTA di masyarakat dan peningkatan kesadaran masyarakat melaporkan kasus yang terjadi dilingkungannya.Berkaitan dengan permasalahan tersebut, Departemen Kesehatan menyelenggarakan seminar mengenai “Penanganan Multidisiplin Korban Kekerasan Pada Anak�, yang melibatkan lintas program dan lintas sektor serta unsur terkait lainnya, sekaligus mensosialisasikan buku Pedoman Rujukan Kasus Kekerasan Terhadap Anak bagi petugas kesehatan. Seminar dibuka oleh Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, dr. Sri Astuti S. Suparmanto, M.Sc(PH), tanggal 6 Desember 2007 di Gedung Serbaguna Departemen Kesehatan.

Dalam seminar ini dibahas mengenai aspek Pidana dan aspek Psikososial penanganan kasus KTA, pengalaman pendampingan korban KTA, Kebijakan Depsos dalam penanganan KTA, Pelayanan Kesehatan dalam KTA, Pelayanan Multidisiplin KTA di Rumah Sakit dan Mekanisme Penanganan KTA di DKI dengan nara sumber Dr. Ina Hernawati, MPH, Prof.dr. Budi Sampurna, Sp.F, SH, Dr. Tjin Wiguna, SpKJ, Dr. Hanif Asmara (Depsos), Wien Ritola, SH (P2TP2A, DKI), RPK Polres Metro Tangerang, dan Yayasan Anak Cendikia Indonesia.

Dalam sambutannya, Dirjen Bina Kesmas dr. Sri Astuti S. Suparmanto, M.Sc(PH) mengatakan bahwa kekerasan terhadap anak (KTA) merupakan masalah sosial yang berdampak sangat besar terhadap masalah medis dan erat berkaitan dengan aspek mediko-legal. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan penanganan KTA tidak hanya dari aspek psiko-sosialnya saja, akan tetapi juga menyangkut aspek klinis dan mediko-legal.

Menurut Dirjen Bina Kesmas, petugas kesehatan memegang peranan penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan KTA, karena umumnya korban datang ke sarana pelayanan kesehatan seperti Puskesmas atau Rumah Sakit untuk mencari pertolongan untuk mengatasi gangguan kesehatan yang dirasakan. Oleh karena itu, petugas kesehatan harus memiliki kompetensi klinis maupun mediko-legal, agar dapat bekerja sama dengan unsur terkait lainnya untuk memperkuat sistem penanggulangan KTA.

Dirjen Bina Kesmas mengatakan, anak korban kekerasan berpotensi besar menjadi pelaku kekerasan di kemudian hari jika tidak ditangani secara tuntas. Oleh karena itu, penanganan kasus KTA secara medis saja belum dapat menyelesaikan masalah tersebut, sehingga perlu adanya pendekatan penanganan secara terpadu dan komprehensif melalui pengembangan Pusat Krisis Terpadu (PKT) atau Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) yang meliputi aspek medis, mediko-legal dan psikososial. PKT/PPT memberikan “Pelayanan Satu Atap� (one stop service) dengan pintu masuk melalui pelayanan kesehatan, yang akan diintegrasikan secara multidisiplin dengan pelayanan hukum dan psikososial yang dibutuhkan.

Dirjen Bina Kesmas menambahkan, Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di masyarakat dapat menjadi salah satu tempat penerimaan kasus KTA dari masyarakat sekaligus dapat menjalankan fungsi rujukan ke fasilitas layanan psikososial atau sarana kesehatan yang lebih tinggi seperti Pusat Krisis terpadu atau Pusat Pelayanan Terpadu. Sejalan dengan itu, Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Child Protection Unit UNICEF pada tahun 2003 telah menyusun buku Pedoman Pelatihan Penanganan KTA bagi petugas kesehatan dan melatih petugas Puskesmas dan Rumah Sakit tentang tata laksana penanggulangan KTA, terutama di daerah-daerah yang potensi masalah KTA tinggi. Untuk memperkuat sistem rujukan, maka pada tahun 2006 disusun buku Pedoman Rujukan Kasus Kekerasan Terhadap Anak bagi Petugas Kesehatan.

Dirjen Bina Kesmas berharap, dengan adanya buku Pedoman Rujukan Kasus KTA bagi petugas kesehatan bisa menjadi acuan dalam penanganan KTA di lapangan, terutama bagi tenaga kesehatan Puskesmas dan Rumah Sakit. Selain itu, diharapkan partisipasi dari semua pihak terkait termasuk LSM, Organisasi Profesi, Organisasi Masyarakat lainnya serta Media Massa dalam memperkuat sistem penanggulangan KTA mendukung upaya Pemerintah menanggulangi masalah KTA. Keberhasilan tersebut dapat dicapai dnegan adanya komitmen yang kuat dan kerjasama yang baik dengan semua stake holders sehingga kita dapat menyelamatkan anak bangsa dari dampak kekerasan yang mengancam kelangsungan hidup anak, serta merugikan aset keluarga, masyarakat dan negara.
Dari sisi program, melalui seminar ini diharapkan terbentuknya Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)/Pusat Krisis Terpadu (PKT) di Rumah Sakit di 4 Kabupaten/Kota. PKT/PPT memberikan “pelayanan satu atap� (one stop service) dengan pintu masuk melalui pelayanan kesehatan dan diintegrasikan secara multidisiplin dengan pelayanan hukum dan psikososial yang dibutuhkan. Selanjutnya, terdapat 5 Puskesmas di setiap Kabupaten/Kota yang mampu melakukan tatalaksana penanganan kasus KTA dan rujukan medis maupun psikososial. Di samping itu, Propinsi dengan masalah KTA tinggi memperkuat sistem penanggulangan KTA baik medis, mediko-legal dan psikososial. Beberapa Propinsi yang berpotensi masalah KTA tinggi adalah Propinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Papua, Irian Jaya Barat, Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Selatan.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52960661, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

27 November 2007

Jumlah Kasus HIV/AIDS di Papua Capai 3.434 Penderita

(www.cenderawasihpos.com, Senin 26 Nopember 2007)
SENTANI - Wakil Gubernur Alex Hesegem, SE mengungkapkan jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Papua ini terus mengalami peningkatan. Bahkan dari data terakhir KPAD Provinsi Papua, pada September 2007 lalu, jumlahnya sudah menembus lebih dari 3.434 penderita. “Sebagai orang Papua kita malu berada di peringkat pertama dari sesuatu yang tidak baik. Oleh karena itu, upaya yang kita lakukan tidak hanya sekedar mencegah, perlu upaya lain yang lebih tegas untuk memberantas penyebarannya,” tegas Wagub Alex Hesegem saat membuka seminar sehari dalam rangka hari AIDS Se-Dunia di Hotel Sentani Indah, Sabtu (24/11) kemarin.Menurut Wagub Hesegem, persoalan dunia yang menjadi ancaman serius sehingga butuh penanganan yang tegas ini, selain ancaman kerusakan lapisan Ozon adalah penyebaran HIV/Aids yang semakin lus. OLeh karena itu, Wagub Hesegem mengatakan bahwa upaya pencegahan ini, paling efektif adalah dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman dari masyarakat Papua terhadap ancaman penularan HIV/AIDS ini.

Sementara itu, terkait dengan adanya mobilisasi masyarakat dari PNG ke Indonesia maupun sebaliknya, yang juga rawan terhadap meluasnya penyebaran HIV/AIDS. Menurut Wagub, upaya untuk karantina melalui pos pelayanan kesehatan ini memang sudah dibicarakan dlam rapat-rapat pertemuan antaran Indonesia dan PNG. Sebab, selain masalah HIV/AIDS ini juga ada kekhawatiran penyebaran flu burung.Diakui bahwa ada sejumlah warga PNG yang keluar masuk ke wilayah Indonesia, aktifitas di kota Jayapura ini tidak menutup kemungkinan termasuk “belanja” seks. Namun sejauh ini, lanjut Wagub Hesegem, belum ada laporan yang menyebutkan peningkatan kasus HIV/Aids ini akibat aktifitas masyarakat PNG yang masuk ke Indonesia khususnya di Jayapura.(tri)

17 November 2007

Pelatihan Penjamah

Kepala Kantor KKP Jayapura memberikan kata sambuatan pada acara pelatihan
(KKP Jayapura, 15 Nopember 2007)
Pada tanggal 10 Nopember 2007, dilakukan kegiatan pelatihan dan pengawasan pengendalian resiko kesehatan makanan dan minuman kepada para handler food yang mengoperasikan TPM (Tempat Pengelola Makanan) di wilayah kerja Bandar Udara Sentani.

Tujuan dari kegiatan ini adalah :
- Meningkatkan pengetahuan para handler food yang mengelola TPM di wilker Bandar Udara Sentani melalui pelatihan dan penyuluhan guna meminimalkan resiko kesehatan.
- Terselenggaranya sistem pengolahan makanan dan minuman yang sehat dikonsumsi di setiap TPM dan Catering makanan pesawat yang berada di Wilayah Kerja Bandar Udara Senatni,
- Menjadikan para food handler di setiap TPM yang berada di Wilayah Kerja Bandar Udara Sentani sebagai mitra kerja dalam mengendalikan resiko penularan Food Born Diseases.

Demo penggunaan alat pengaman pada saat mengolah makanan oleh peserta

Manfaat yang diperoleh oleh peserta :
- Para handler food pada setiap TPM yang berada di Wilayah Kerja Bandar Udara Sentani dapat menerapkan manajemen pengelolaan makanan dan minuman yang tidak beresiko terhadap kesehatan konsumen.
- Adanya kepercayaan konsumen terhadap pemanfaatan layanan jasa pengelolaan makanan dan minuman di TPM yang berada di Wilayah Kerja Bandar Udara Sentani.

Hasil demo penggunaan alat pakaian pengaman

15 November 2007

Pelatihan Peralatan Pengendalian Vektor (Alat Semprot)

Mesin ULV (Ultra Low Volume) yang dimiliki KKP Jayapura
(KKP Jayapura, 14 November 2007)
Sesuai kepmenkes 265 tahun 2004 tentang organisasi kkp jayapura bahwa tugas pokok dan fungsi KKP adalah utk melaksanakan cegah tangkal penyakit karantina dan penyakit menular lainnya baik antara daerah, pulau maupun negara, melaksanakan pengendalian resika lingkungan (PRL) dan pelayanan kesehatan masyarakat melalui usaha kesehatan pelabuhan (UKP) yg mencakup wilayah perifer maupun buffer dimasing-masing wilayah kerja kantor kesehatan pelabuhan.

Jenis penyakit menular yg ditularkan melalui vektor di Kota Jayapura dan wilker lain KKP Jayapura cukup banyak , antara lain malaria yg merupakan penyakit utama di Provinsi Papua. Penyakit umum lainnya adalah penyakit demam berdarah dengue, meskipun jumlahnya tidak banyak seperti di beberapa kota besar di Indonesia namun kejadian peningkatan kasus selalu terjadi setiap tahun sejalan dengan peningkatan kasus di Indonesia. Penyakit lain yang juga menonjol di Provinsi ini penyakit filaria yang disebabkan cacing filaria dan vektor penularnya adalah nyamuk.

Terdapatnya berbagai vektor penular penyakit di wilayah pelabuhan, bandara, maupun pos lintas batas di wilayah kerja di KKP Jayapura antara lain nyamuk (HI > 10%), lalat, kecoa dan beberapa jenis rodent, menunjukkan bahwa penularan penyakit tular vektor akan mungkin terjadi seandainya agent penyakit yg selama ini belum ditemukan di wilayah Jayapura dan sekitarnya terbawa oleh penumpang maupun alat angkut yang tiba di Jayapura.
Instruktur, Bpk Katolan sedang menjelaskan tata cara pengoperasian alat semprot kepada peserta pelatihan

Demo penggunaan alat semprot yang baik dan benar
Pelatihan Penggunaan Alat Semprot
Dalam rangka pemberantasan vektor yang merupakan vektor penular penyakit seperti disebutkan diatas, KKP Jayapura pada tahun 2007 berkomitmen untuk meningkatkan kinerja melalui peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) maupun ketersediaan dan kecukupan sarana penunjang khususnya.


Pada tanggal 5 - 6 Nopember 2007 dilakukan Pelatihan Alat Semprot mulai dari mesin fog, mist blower, Spraycam sampai pada alat semprot yang bobotnya kurang lebih 1 ton yaitu ULV (Ultra Low Volume). Pelatihan ini disampaikan langsung oleh pakar Ahli Semprot dari Dinas Kesehatan Pusat Jakarta, Bpk. Katolan, yang sangat memahami seluk beluk berbagai macam alat semprot. Kegiatan pelatihan ini diikuti oleh peserta dari berbagai dinas instansi kesehatan yang terkait yang ada di Jayapura.
Penjelasan penggunaan alat Mist Blower
Praktek penggunaan alat Mist Blower oleh peserta

KKP Jayapura saat ini telah memiliki alat pengendalian vektor sebanyak : 5 buah mesin fog, 5 buah mist blower, 2 buah spraycam dan 1 buah ULV (Ultra Low Volume).

Peliputan oleh media Metro PaPua TV pada acara pelatihan

14 November 2007

Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke 43 di Jayapura, tema : RAKYAT SEHAT, NEGARA KUAT

Suasana upacara Hari Kesehatan Nasional di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Papua
(KKP Jayapura, 13 Nopember 2007)
Upacara Peringatan Hari Kesehatan Nasional, yang dihadiri oleh segenap instansi dinas kesehatan yang ada di Jayapura, dan perwakilan dari masing-masing kabupaten di Provinsi Papua dilakukan penuh khitmad dan berlangsung dengan baik. Walaupun disertai turunnya hujan rintik-rintik namun hal ini tidak mengendorkan semangat peserta upacara dalam memperingati HKN yang ke 43 tahun 2007 ini yang bertemakan " Rakyat Sehat, Negara Kuat ".
Ucapan Selamat dan Anugerah Pegawai Teladan 2007 kepada Bpk. Josphus Rewang dari KKP Jayapua

Tim KKP Jayapura juga berpartisipasi aktif dalam acara ini. Pada upacara HKN tahun ini salah seorang dari tim KKP Jayapura mendapat anugerah kategori Pegawai Teladan 2007 yaitu Bpk. Josephus Rewang yang telah mengabdi dan berjasa bagi dunia kesehatan secara umum di Jayapura dan secara khusus bagi KKP Jayapura.

13 November 2007

Pidato Menteri Kesehatan pada Peringatan HKN ke 43

(www.depkes.go.id 12 Nopember 2007)
Tema peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke 43 tanggal 12 November 2007 adalah Rakyat Sehat, Negara Kuat. Tema tersebut diangkat karena pada tahun ini kampanye peringatan HKN ke 43 diharapkan lebih mengarah pada kegiatan kongkrit yang berpihak kepada rakyat dalam bentuk gerakan/tindakan nyata untuk menjadikan rakyat sehat sebagai sumber kapital sosial dalam upaya mewujudkan masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat.

Makna yang ingin disampaikan dalam tema ini adalah perlunya kesadaran, kemauan dan kemampuan semua komponen bangsa untuk mewujudkan rakyat sehat sebagai sumber kekuatan ketahanan bangsa yang akhirnya menjadi landasan dalam membentuk negara yang kuat. Negara kuat dapat diartikan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki ketahanan bangsa yang tangguh dengan basis utamanya dalam wujud semua rakyat sehat secara fisik, mental dan sosial serta memiliki produktivitas yang tinggi.

Pidato selengkapnya dapat didownload di : http://www.depkes.go.id/downloads/HKN%202007/pidatohkn.pdf

07 November 2007

Di Biak, Kasus Frambusia Banyak Menimpa Anak Sekolah

(www.cenderawasihpos.com, Selasa 06 Nopember 2007)
BIAK-Kasus Frambusia sejenis penyakit kulit berupa luka lama yang tidak sembuh dan bentuknya menyerupai bunga kol dan apabila ditekan tidak sakit, banyak ditemukan pada anak usia sekolah utamanya yang duduk di bangku sekolah dasar. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Biak Numfor pada 6 sekolah dasar di Pulau Numfor ditemukan 44 orang anak menderita frambusia.Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Biak Numfor Drs.Sefnath Korwa, MS didampingi Kasi Penelitian, Laboratorium dan Penanggulangan KLB, Ruslan, S.Sos, S.Km mengatakan, meskipun penyakit frambusia ini tidak masuk dalam kategori 10 penyakit yang banyak diderita masyarakat, namun penyebaran penyakit ini cukup mengkhawatirkan. Selain di Pulau Numfor, beberapa daerah yang mengalami kesulitan air bersih, disinyalir juga banyak terdapat kasus frambusia.”Kasus frambusia ini masih cukup tinggi meskipun tidak masuk kategori 10 penyakit yang banyak diderita masyarakat setiap tahun. Dari hasil pemeriksanayang kami lakukan di Pulau Numfor pada awal Oktober di 6 sekolah kami menemukan 44 anak menderita frambusia dan kami telah melakukan pengeobatan,”ungkapnya.Munculnya penyakit frambusia tidak terlepas dari masalah kebersihan lingkungan dan pribadi.

Penyakit tersebut biasanya menyerang anak-anak yang kurang memperhatikan masalah kebersihan diri. Selain factor kebersihan diri, keterbatasan air bersih juga merupakan factor pendukung munculnya kasus frambusia tersebut.”Penyakit ini biasanya menimpa anak yang tidak memperhatikan masalah kebersihan diri, misalnya dengan mandi dua kali sehari dengan zzmenggunakan sabun,”tambahnya. Ditambahkan, upaya penanggulangan penyakit frambusia menurut Sefnath Korwa masih akan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Biak Numfor dan menurut rencana Rabu (7/11) akan dilakukan pemeriksaan di beberapa kampung yang da di Distrik Biak Utara dan Distrik Warsa.(nat)

03 November 2007

Kampanye Hari Osteoporosis Nasional 2007 : Kurangi Resiko Kalahkan Osteoporosis

(www.depkes.go.id, 2 Nopember 2007)
Menurut hasil Analisis Data Resiko Osteoporosis yang dilakukan oleh Pusat Penelitan dan Pengembangan Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Fonterra Brands Indonesia dan dipublikasikan pada tahun 2006 menyatakan 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki risiko osteoporosis. Osteoporosis atau kekeroposan tulang adalah kondisi dimana tulang menjadi tipis, rapuh, keropos dan mudah patah akibat berkurangnya massa tulang, khususnya kalsium, yang terjadi dalam waktu lama. Osteoporosis tidak menunjukkan tanda-tanda yang jelas atau khusus hingga terjadinya patah tulang, sehingga sering disebut sebagai silent disease.

Demikian dr. I Nyoman Kandun, MPH, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Depkes RI kepada wartawan dalam Press Briefing Kampanye Program Hari Osteoporosis Nasional tanggal 1 November 2007 di Jakarta. dr. I Nyoman Kandun menambahkan, "Tema kampanye HON tahun ini adalah ‘Kurangi Resiko Kalahkan Osteoporosis". Kampanye Hari Osteoporosis Nasional (HON) telah dilakukan selama enam tahun, dimulai dari tahun 2002 dimana saat itu merupakan pencanangan pertama kampanye tentang osteoporosis oleh Menteri Kesehatan. Dari tahun ke tahun kampanye HON selalu mengangkat tema-tema yang menyerukan pencegahan osteoporosis. Tema HON tahun ini yang menekankan pentingnya faktor-faktor resiko yang dapat diubah oleh seseorang supaya terhindar dari osteoporosis. Beberapa pesan utama yang ingin disampaikan, yaitu: ada 2 faktor penyebab osteoporosis, faktor primer (yang tidak dapat diubah) dan faktor sekunder (dapat diubah), faktor penyebab (risiko) osteoporsis yang dapat diubah adalah faktor makanan, seperti kurang konsumsi kalsium dan vitamin D3, konsumsi kafein dan sodium berlebihan, faktor kurang kegiatan fisik/olah raga serta kebiasaan: merokok, alkohol, obat-obatan (rematik, asma, jantung) dan kelebihan berat badan.

Menurut Dirjen P2PL Depkes, pencanangan HON merupakan bentuk kepedulian Perosi (Perhimpunan Osteoporosis Indonesia), Perwatusi (Perkumpulan Warga Tulang Sehat Indonesia) dan Fonterra Brands Indonesia untuk mengedukasi masyarakat Indonesia mengenai osteoporosis dan pencegahannya. Hari Osteoporosis Nasional sebenarnya jatuh pada tanggal 20 Oktober, namun selama ini program kampanye diperluas menjadi satu bulan penuh, untuk memastikan jangkauan kampanye supaya lebih intensif dan luas.

Dikatakan oleh Dr. I Nyoman Kandun, tahun ini berbagai kegiatan akan dilakukan dalam rangka menyebarkan informasi pencegahan osteoporosis kepada masyarakat, seperti pers briefing, radio talkshow, TV talkshow, seminar profesional, seminar publik, dan Puncak Peringatan HON pada tanggal 4 November 2007 di Monas. Puncak Peringatan HON tersebut, yang rencananya akan dihadiri oleh Ibu Ani Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Mufidah Jusuf Kalla, akan mengajak masyarakat berjalan kaki 10.000 langkah sebagai aktivitas fisik dengan beban, yang mudah, murah dan dapat dilakukan semua orang, sebagai upaya pencegahan osteoporosis. Pada kesempatan tersebut juga diserahkan secara simbolis alat Dexa Bone Densitometer untuk diagnosa dan evaluasi pengobatan osteoporosis oleh Ibu Negara kepada tiga direktur rumah sakit, yaitu RSUP Karyadi Semarang, RSUP Sardjito Yogyakarta, dan RSUP Sanglah “ Denpasar.

Osteoporosis dapat dihindari antara lain menghindari kopi, alkohol dan sodium berlebihan, olahraga secara baik, benar, teratur, terukur (BBTT) paling tidak 30 menit 3 x seminggu. Olah raga dengan beban yang mudah, murah, dapat dilakukan siapa saja, kapan saja, dimana saja dan risiko rendah adalah berjalan kaki 10.000 langkah/ hari serta mengatur pola makan yang mengandung kalsium tinggi dan vitamin D, kata I Nyoman Kandun.

Menurut dr. Nyoman, semakin meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia akan semakin meningkatkan resiko penduduk terkena osteoporosis. Selain itu, rendahnya kesadaran akan osteoporosis pada masyarakat menjadikan masalah ini cukup serius.

Ditambahkan, masyarakat perlu memahami bahwa tulang merupakan struktur penting pembentuk rangka tubuh manusia adalah jaringan hidup. Tulang selalu mengalami proses regenerasi (pembentukan dan pembongkaran). Karenanya setiap orang tidak peduli pada usia berapa, masih memiliki kesempatan untuk memiliki tulang yang lebih sehat. Yang terpenting adalah menghindarkan diri dari faktor resiko osteoporosis, ujar dr. Nyoman.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi telepon/faks: 021-5223002 atau e-mail puskom.publik@gmail.com.

5% Kematian Balita Disebabkan Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

(www.depkes.go.id, Jumat 2 Nopember 2007)
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC, Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah satu penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5% pada balita di Indonesia adalah akibat PD3I. Agar target nasional dan global untuk mencapai eradikasi, eliminasi dan reduksi terhadap PD3I dapat dicapai, cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata sampai mencapai tingkat Population Immunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan merata dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) PD3I.

Salah satu program yang telah terbukti efektif untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) adalah imunisasi. Salah satu bukti keberhasilan tersebut adalah dapat dibasminya penyakit cacar dari Indonesia pada tahun 1974.
Demikian sambutan Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) pada Acara Nasional Imunisasi Anak, tanggal 1 November 2007 di Taman Menteng, Jakarta Pusat. Program Peningkatan Cakupan Imunisasi di Indonesia ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan didukung oleh Millenium Chalenge Corporation Indonesia-Immunization Project (MCCI-IP) yang merupakan proyek program imunisasi bantuan dari Pemerintah Amerika Serikat.

Menurut Menkes, program pembangunan kesehatan di Indonesia diterjemahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009 mempunyai visi masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat, dimana salah satu targetnya adalah menurunkan angka kematian bayi. Hal ini sejalan dengan kesepakatan dunia dalam Millenium Development Goal (MDGs), dimana untuk mencapai penurunan angka kematian bayi tersebut ditandai dengan peningkatan cakupan imunisasi.
Program nasional imunisasi anak ini menargetkan peningkatan cakupan imunisasi di Indonesia menjadi 80,5% yang diukur melalui peningkatan imunisasi DPT dan campak pada bayi dan anak. Target ini akan dicapai dalam kurun waktu 24 bulan sepanjang periode 2007-2009. Untuk mencapai target tersebut diperlukan komitmen para stake holder dengan tersedianya pembiayaan yang memadai baik oleh pemerintah pusat, daerah, swasta maupun donor. Kesepakatan ini bertujuan untuk peningkatan cakupan imunisasi rutin untuk anak Indonesia, ujar Menkes.

Menkes menambahkan, MCCI-IP membantu Indonesia dalam meningkatkan cakupan imunisasi di 7 Propinsi terpilih yaitu: DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan meliputi 63 Kabupaten/Kota. Propinsi ini dipilih berdasarkan populasi anak terbesar dengan cakupan imunisasi rendah. Sasaran dari pemilihan wilayah MCCI-IP sejumlah 4.725.470 anak, dengan dukungan dana sejumlah 20 Juta USD selama dua tahun (2007-2009) terhitung mulai bulan April 2007 sampai Maret 2009. MCCI-IP akan mengembangkan solusi yang kreatif dan inovatif dalam meningkatkan cakupan imunisasi menuju tingkat yang lebih baik, tentunya dengan dukungan pemerintah, sektor swasta dan mitra-mitra lainnya di Indonesia.

Tujuan kegiatan ini yaitu membangun lingkungan yang lebih kondusif bagi penyelenggaraan program Peningkatan Cakupan Imunisasi, membangun komitmen yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan terhadap Program Peningkatan Cakupan Imunisasi, lebih memasyarakatkan Program Peningkatan Cakupan Imunisasi sebagai salah satu program peningkatan kesehatan masyarakat secara lebih luas dalam rangka pencapaian visi masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat, dimana salah satu targetnya untuk menurunkan angka kematian bayi, kata Menkes.

Menkes mengharapkan, kedepan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa program imunisasi ke penyelenggaraan pelayanan yang bermutu dan efisien, antara lain bidang penemuan vaksin baru, menggabungkan beberapa jenis vaksin sebagai vaksin kombinasi yang terbukti dapat meningkatkan cakupan imunisasi, mengurangi jumlah suntikan dan kontak dengan petugas imunisasi.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52960661, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

27 October 2007

Rapat Koordinasi Tim KKP Jayapura

Kepala kantor, Bpk Junghans Sitorus, SKM, M.Kes didampingi Kabag TU, Ibu Hanna Tita Baturante, SE sedang memberikan arahan dan penjelasan dalam rapat koordinasi

(KKP Jayapura, Jumat 26 Oktober 2007)
Setelah libur yang cukup panjang pasca Lebaran 2007 ini, maka kembali kegiatan dan aktifitas tupoksi KKP Jayapura berjalan seperti biasanya. Pada hari pertama kerja tepatnya tanggal 22 Oktober 2007, diadakan Rapat Koordinasi KKP Jayapura yang dihadiri Kepala Kantor , Staf KKP Jayapura dan Stan Wilker Bandara Sentani.

Mengawali pembukaan rapat koordinasi ini, karena masih bernuansa Lebaran, maka Kepala Kantor, Bpk. Junghans Sitorus, SKM, M.Kes menyampaikan ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri 1428 H, kepada staf yang beragama islam yang merayakan Idul Fitri, Minal Aidhin wal Faizin, Mohon Maaf Lahir & Bathin.

Dalam rapat tersebut Kepala Kantor menyampaikan hasil evaluasi kegiatan pada bulan sebelumnya, memberikan masukan dan saran-saran perbaikan agar kedepannya lebih ditingkatkan lagi Dalam hal ini juga dilakukan evaluasi terhadap kegiatan Posko Kesehatan Gratis Simpatik Lebaran. Oleh Koordinator Wilker Sentani, Ibu Mina Sipayung menyampaikan hasil kegiatan Posko Kesehatan Gratis Simpatik Lebaran yang berlangsung dari tanggal 8 – 16 Oktober 2007.



Tanggapan, masukan dan saran beragam dalam diskusi rapat koordinasi ini disampaikan dari tiap-tiap seksi. Baik dari seksi PRL, yang diwakili oleh Bpk. Nurdin SKM, seksi Karantina diwakili oleh Ibu dr. Wahyu, Wilker Sentani, diwakili Bpk. Yohanis Rumasewu, dan Bagian TU diwakili oleh Ibu Hanna Tita Baturante ,SE memberikan banyak masukan guna perbaikan dan peningkatan kegiatan kedepan nantinya.

Dalam paparan hasil kegiatan tersebut, disimpulkan bahwa pelaksanaan Posko Kesehatan ini sangat diperlukan sekali untuk kegiatan selanjutnya didalam memberikan informasi sekaligus pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang ada di Jayapura. Sehingga bukan hanya Posko Kesehatan dilakukan di Bandara Sentani, tetapi kedepannya Posko Kesehatan juga akan dilakukan di Pelabuhan Laut. Fasilitas pendukung seperti Mobil Ambulans yang saat ini telah dimiliki sebanyak 3 unit akan disiagakan di tiap-tiap posko kesehatan.
Pada penutup rapat koordinasi, Kepala Kantor menyampaikan kepada seluruh staf agar senantiasa agar bekerja dengan baik dan seoptimal mungkin, memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan sikap menjunjung tinggi profesionalisme.

26 October 2007

Tinggi, Tingkat Kebutaan di Indonesia

(www.cenderawasihpos.com, 26 Oktober 2007)
JAKARTA - Angka kebutaan di Indonesia masih tergolong tinggi. Jumlahnya mencapai 1,5 persen dari tingkat populasi penduduk. Jumlah tersebut adalah yang tertinggi di Asia, mengungguli Bangladesh (1 persen), India (0,7 persen), dan Thailand (0,3 persen).Direktur Bina Kesehatan Komunitas Depkes Edi Suranto mengatakan, penyebab utama kebutaan tersebut adalah masalah keterbatasan ekonomi.

“Banyak penderita berasal dari keluarga yang status ekonominya rendah. Selain itu juga akses pelayanan yang masih terbatas,” kata Edi dalam sosialisasi program penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan di Indonesia, kemarin.Kebanyakan penderita kebutaan di Indonesia, lanjut Edi, disebabkan oleh katarak, yang mencapai angka 0,78 persen. Penyebab lain adalah glukoma (0,20 persen), kelainan refraksi (0,14 persen), gangguan retina (0,13 persen), dan kelainan kornea (0,10 persen).

Di tempat yang sama, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes Sri Astuti Suparmanto menambahkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan penderita penyakit kebutaan di dunia mencapai angka 40 hingga 45 juta orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 30 juta atau dua pertiganya berada di wilayah Asia Tenggara.Menurut Sri Astuti, kebutaan memang bisa terjadi pada setiap orang tanpa memandang usia. Meski demikian, kebutaan bisa dicegah apabila ada penanganan dini apabila dirasa ada gangguan penglihatan. “Beberapa kasus terjadi karena keterlambatan penanganan,” ungkapnya.Depkes, lanjutnya, mengakui penanganan penanggulangan kebutaan tidak bisa hanya dilakukan sendiri. Namun, perlu keterlibatan berbagai pihak. Misalnya dengan memberdayakan masyarakat, antara lain melalui pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan, mengembangkan dan membina Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM), memberikan pelayanan kesehatan indera penglihatan di puskesmas, dan rujukan di rumah sakit serta mengembangkan sistem informasi pelayanan kesehatan indera penglihatan. (fal)

23 October 2007

Data Kegiatan Posko Kesehatan Gratis Simpatik Lebaran

(KKP Jayapura, Selasa 23 Oktober 2007)
Dari Kegiatan Posko Kesehatan Gratis Simpatik Lebaran yang diadakan di Bandara Sentani pada tanggal 8 – 16 Oktober lalu didapatkan data-data sebagai berikut :

Jumlah kunjungan di Posko Kesehatan :
Hari ke 1 : 4 orang
Hari ke 2 : 8 orang
Hari ke 3 : 14 orang
Hari ke 4 : 9 orang
Hari ke 5 : 17 orang
Hari ke 6 : 12 orang
Hari ke 7 : 7 orang
Hari ke 8 : 16 orang
Hari ke 9 : 14 orang
--------------------
Total Kunjungan : 95 orang

Jenis layanan kesehatan yang paling banyak dilayani terhadap pasien :
1. Mengukur tekanan darah : 24 orang
2. Pusing (Cephalgia) : 15 orang
3. Flu / Demam : 12 orang
4. Sakit Maag (Gastritis) : 7 orang
5. Sakit Gigi : 7 orang
6. ISPA : 4 orang

19 October 2007

Simpatik Lebaran: Layanan Kesehatan Gratis di Bandara Sentani

Posko Kesehatan Gratis " Simpatik Lebaran " yang disediakan oleh KKP Jayapura mulai tanggal 8-16 Oktober 2007 di Bandara Sentani
(KKP Jayapura, 18 Oktober 2007)
KKP Jayapura kembali menggelar posko kesehatan gratis “Simpatik Lebaran 2007” yang kali ini dipusatkan di lingkungan Bandar Udara Sentani, Jayapura, mulai tanggal 8-16 Oktober 2007.

Pihak KKP Jayapura mengerahkan seluruh staf dari Kantor Wilker Sentani yang juga dibantu staf dari kantor induk untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan gratis itu kepada calon penumpang pesawat, pengantar, dan pengunjung Bandara Sentani yang dimulai sejak pukul 07.00-16.00 WIT setiap harinya.
Pasien yang juga calon penumpang pesawat Trigana Air sedang memeriksakan kondisi kesehatannya kepada petugas Posko Kesehatan KKP Jayapura
Antusiasme calon penumpang serta pengunjung terlihat dari tingkat kunjungan ke posko tersebut. Keingintahuan yang besar akan kondisi kesehatan mereka menarik minat mereka untuk berkonsultasi atau sekadar menanyakan info tentang penyakit dan penanggulangannya, bahkan tidak sedikit yang memanfaatkan fasilitas berobat gratis yang disediakan oleh KKP Jayapura.
Para pengunjung Bandara Sentani dengan antusias melihat informasi kesehatan yang disajikan lewat lembaran poster yang dipajang di Posko Kesehatan

Mobil Ambulans Evakuasi disiagakan didepan Posko Kesehatan

12 October 2007

Setiap Menit Satu Anak di Dunia Akan Menjadi Buta

(www.depkes.go.id 11 Oktober 2007)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memperkirakan sekitar 40-45 juta orang di dunia mengalami kebutaan, sepertiganya berada di Asia Tenggara. Berarti setiap menit diperkirakan 12 orang menjadi buta, empat orang diantaranya juga berasal dari Asia Tenggara. Pada anak, setiap menit terdapat satu anak menjadi buta dan hampir setengahnya berada di Asia Tenggara. Sedangkan pada balita, WHO memperkirakan ada 1,4 juta yang menderita kebutaan dimana tiga perempat diantaranya ada di daerah-daerah miskin di Asia dan Afrika.

Mengingat besarnya masalah kebutaan di dunia, WHO pada tanggal 30 September 1999, mencanangkan komitmen global Vision 2020: The Right to Sight untuk mendorong penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan tertentu yang sebenarnya dapat dicegah atau direhabilitasi.
Dalam upaya mencapai Vision 2020, WHO menetapkan setiap hari Kamis minggu kedua Oktober sebagai peringatan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day/WSD). Pada tahun ini WSD jatuh pada tanggal 11 Oktober 2007, dengan tema peringatan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day/WSD) tahun 2007 adalah Vision For Children.

Demikian disampaikan Dr. Sri Astuti Suparmanto, MSc.PH, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat dalam rangka menyambut Hari Penglihatan Sedunia tanggal 11 Oktober 2007.
Menurut dr. Sri Astuti, berdasarkan Survey Kesehatan Indera tahun 1993-1996, sebesar 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan penyebab utama adalah Katarak (0,78%), Glaukoma (0,20%), Kelainan Refraksi (0,14%), Gangguan Retina (0,13%), dan Kelainan Kornea (0,10%). Kebutaan karena katarak kejadiannya diperkirakan 0,1% (sekitar 210.000 orang) per tahun.

Bila dibandingkan dengan angka kebutaan di negara-negara Regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia merupakan yang tertinggi setelah Bangladesh (1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Sebagian besar masyarakat Indonesia yang mengalami kebutaan berasal dari status ekonomi kurang mampu dan belum akses dengan pelayanan kesehatan.

Angka kebutaan 1,5% menurut WHO sudah merupakan masalah sosial. Untuk itu perlu peran serta aktif dari semua pihak untuk menanggulangi masalah kebutaan di Indonesia. Disamping masalah kebutaan, gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi dengan prevalensi 22,1% juga menjadi masalah serius jika tidak cepat ditanggulangi. 10% dari anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi. Angka pemakaian kacamata koreksi sampai saat ini masih rendah yaitu 12,5% dari kebutuhan.

Menurut dr. Sri Astuti, tema peringatan Hari Penglihatan Sedunia Vision For Children mengandung makna semua orang harus memberikan perhatian kepada anak-anak sebagai generasi penerus yang mengalami gangguan penglihatan atau buta, bagaimana supaya mereka bisa memperoleh kembali fungsi penglihatannya atau mereka dapat menikmati kehidupannya yang berkulaitas seperti anak-anak normal lainnya.

Ditambahkan oleh dr. Sri Astuti, selain tujuan umum, tujuan khusus yang akan dicapai adalah anak-anak bisa tumbuh dan berkembang dengan mata yang sehat, setiap anak bisa pergi ke sekolah, dan para orang tua mereka dapat melihat anak-anaknya tumbuh dan berkembang.
Ditambahkan oleh dr. Sri Astuti, menurut WHO 3,9% kebutaan disebabkan oleh kebutaan pada masa anak-anak (chilhood blindness). Masalah kebutaan pada anak-anak merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi oleh dunia terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Sedangkan salah satu penyebab childhood blindness adalah defisiensi vitamin A, disamping penyebab lainnya seperti kelainan kongenital, infeksi neonatorum dan lain-lain.
Menurut dr. Sri Astuti, untuk mengatasi kebutaan pada anak-anak akibat Defisiensi Vitamin A, Depkes telah mengeluarkan kebijakan tentang pemberian kapsul vitamin A secara gratis kepada bayi 6-11 bulan dan anak balita 1-5 tahun.

Sedangkan untuk mencapai Vision 2020-The Right to Sight, Departemen Kesehatan telah mengembangkan strategi-strategi yang dituangkan dalam Kepmenkes No. 1473/MENKES/SK/2005 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (Renstranas PGPK).

Adapun strategi nasional PGPK tersebut adalah:
- Pembentukan Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (KOMNAS PGPK) Meningkatkan advokasi dan komunikasi dengan LP/LS
- Menjalin kemitraan untuk penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan
- Meningkatkan kualitas dan Kuantitas SDM yang terlibat dalam penanggulangan gangguan penglihatan
- Meningkatkan manajemen program dan infra struktur untuk penanggulangan gangguan penglihatan dan
- Mobilisasi sumber daya dan lembaga donor dalam dan luar negeri yang mendukung pelaksanaan penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52960661, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

10 October 2007

87 Orang Korban Meninggal Akibat Flu Burung

(www.depkes.go.id, 09 Oktober 2007)
Korban flu burung terus bertambah. Kasus terakhir positif flu burung berdasarkan pemeriksaan Laboratorium Badan Litbangkes Depkes adalah LT (P, 44 tahun) warga Komplek Jati 119, CPI Rumbai, Kel. Lembah Damai, Kec. Rumbai Pekanbaru Propinsi Riau. Korban meninggal tanggal 6 Oktober 2007 pukul 04.00 WIB setelah dirawat 1 hari di RS Arifin Achmad Pekanbaru Riau. Dengan demikian, secara kumulatif kasus positif Flu Burung di Indonesia mencapai 108 orang, 87 orang diantaranya meninggal dunia dengan angka kematian (Case Fatality Rate = CFR ) 80,55%.

Demikian data terbaru yang diperoleh Pusat Komunikasi Publik dari Dr. H. Nadhirin, Posko Kejadian Luar Biasa (KLB) Flu Burung Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI, 8 Oktober 2007.

LT mulai sakit dengan gejala mirip Flu Burung tanggal 27 Agustus 2007, tetapi baru dirujuk ke RS Arifin Achmad Pekanbaru tanggal 5 Oktober 2007.
Dengan meninggalnya LT, kini di Propinsi Riau terdapat 5 kasus positif flu burung, 4 orang diantaranya meninggal dunia yaitu A(P, 29) meninggal 12 Mei, Y (L, 29 th) meninggal 12 Juni, GS (L, 33 th) meninggal 6 September.

Sumber penularan Flu Burung masih berasal dari unggas. Karena itu masyarakat diimbau tidak memelihara unggas atau memisahkan unggasnya dari pemukiman.

Untuk mencegah dan melindungi diri agar tidak tertular Flu Burung, masyarakat diminta :
- Jangan sentuh unggas yang sakit atau mati. Jika terlanjur, cepat-cepat cuci tangan pakai sabun dan laporkan ke Kepala Desa.
- Cuci pakai sabun tangan dan juga peralatan masak Anda sebelum makan atau memasak. Masak ayam dan telur ayam sampai matang.
- Pisahkan unggas dari manusia. Dan juga pisahkan unggas baru dari unggas lama selama 2 minggu
- Periksakan diri ke dokter, Puskesmas atau rumah sakit jika mengalami gejala flu dan demam setelah berdekatan dengan unggas.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52960661, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

Fumigasi di Kapal Papua 1

Kegiatan fumigasi oleh Tim PRL KKP Jayapura di Pelabuhan Kecil Porasko pada Kapal Penumpang Papua 1.

Kepala Seksi PRL, Nurdin, SKM memberikan dokumen-dokumen kegiatan fumigasi yang ditanda tangani Nakhoda Kapal
Proses penutupan lubang-lubang yang ada diatas kapal agar proses fumigasi bisa berjalan dengan baik
Proses penyemprotan dengan alat Mistblower didalam kapal

Alat fumigasi yang mengandung racun yang mematikan bagi binatang dan serangga diatas kapal

06 October 2007

Menkes Resmikan Bank Darah Tali Pusat Cordlife Indonesia

(www.depkes.go.id, 5 Oktober 2007)
Menkes Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) tanggal 30 September 2007 di Jakarta, meresmikan Bank Darah Tali Pusat yang pertama di Indonesia. Bank Tali Pusat ini merupakan fasilitas pemrosesan dan penyimpanan darah tali pusat yang pertama dan satu-satunya di Indonesia. Laboratorium yang terletak Jl. Ahmad Yani No. 2, Polumas Jakarta ini dimiliki dan dijalankan oleh CordLife Indonesia, sebuah perusahaan joint venture (patungan) antara CordLife Ltd Singapura dan PT Kalbe Farma Tbk.
Hadir dalam acara tersebut, Ashok Kumar Mirpuri- Duta Besar Singapura untuk Indonesia, Johannes Setijono - CEO Kalbe Farma dan Steven Fang - CEO Group Cordlife.Menkes dalam sambutannya menyatakan, saat ini salah satu teknologi maju yang berkembang di Indonesia adalah terapi stem cell (sel induk) yang merupakan respons atas kemajuan teknologi stem cell dunia. Seperti diketahui, stem cell sedang dikembangkan sebagai salah satu alternatif terapi untuk berbagai penyakit, seperti thalasemia, diabetes melitus, stroke, infark miokardium dan gangren diabetes. Diyakini beberapa penyakit genetik tersebut bisa diatasi dengan terapi stem cell ini. “Sel-sel induk itu bisa menjadi obat, dan bisa menjadi solusi bila dalam keluarga tersebut mengidap penyakit yang tidak bisa diobati dengan obat saat ini, ujar Menkes.


Menurut Menkes, saat ini di beberapa sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan terutama di RS Pendidikan antara lain RS Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker Dharmais menyediakan pelayanan terapi stem cell. Pelayanan meliputi proses persiapan calon donor, pengambilan atau transplantasi stem cell dari darah tali pusat, sum-sum tulang maupun dari organ tubuh lain, penyimpanan sampai penggunaan stem cell.

Untuk melindungi keamanan dan keselamatan masyarakat, pemerintah perlu mengatur setiap pelayanan dan pemanfaatannya dengan standar yang sesuai Evidence Based Medicine dan regulasi setiap kebijakan. Sehingga masyarakat berada dalam pihak yang tidak dirugikan. Apalagi penyimpanan darah tali pusat sampai melakukan terapi maupun transplantasi menyangkut berbagai aspek antara lain etikolegal, sosial, ekonomi dan sebagainya, kata Menkes.

Menkes berharap setiap unit yang mempunyai layanan bank darah tali pusat harus mengikat kerjasama dengan RS Pendidikan setempat yang ditunjuk oleh pemerintah, untuk menjamin penyelenggaraan pelayanan yang aman bagi masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan dan nantinya dapat mengembangkan terapi stem cell dengan lebih baik.

Pada kesempatan yang sama Sie Djohan, Vice President Director CordLife Indonesia menyatakan, biaya penyimpanan darah tali pusat di Bank Darah Tali Pusat CordLife Indonesia relatif murah jika dibandingkan dengan biaya penyimpanan di negara lain seperti Malaysia dan Singapura. “ Biaya pengambilan, pemrosesan dan penyimpanan selama tahun pertama sebesar Rp 9,5 juta dan biaya penyimpanan selanjutnya Rp 1,25 juta per tahun. Di Singapura, biaya penyimpanan tahun pertama 2.000 dolar Singapura (Rp 12 juta) dan biaya penyimpanan per tahun 250 dolar Singapura (Rp 1,5 juta).

Fasilitas CordLife Indonesia mampu menyimpan 30.000 unit darah tali pusat akan segera bergabung dengan jaringan laboratorium CordLife Internasional yang telah berdiri di Hong Kong, Singapura, dan Sydney, Australia. Sel darah dilindungi dengan teknologi canggih dan memiliki prosedur operasional serta pengamanan yang tinggi. Termasuk pencegahan dari banjir dan listrik padam Darah tali pusat, disimpan pada suhu minus 162 derajat celcius, sehingga tahan sampai waktu tak terhingga.
Di Singapura, sel darah induk yang disimpan mencapai sekitar 12 persen dari angka kelahiran. Indonesia memiliki potensi pasar yang besar karena angka kelahiran mencapai 5 juta per tahun, kata Sie Djohan.

"Orang tua bisa menyimpan darah tali pusat anak-anak mereka sebagai investasi biologis yang pada masa depan bisa dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai penyakit dengan terapi sel induk ", ujar Johannes Setijono, Direktur Utama PT Kalbe Farma menambahkan.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/ faks: 021-5223002 dan 52960661, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

02 October 2007

Pelayanan pada Poliklinik KKP Jayapura

Pasien anak kecil yang diperiksa dokter poliklinik KKP Jayapura
(KKP Jayapura, Senin 1 Oktober 2007)
Poliklinik KKP Jayapura yang berada diseputar kawasan Pelabuhan Laut Jayapura berusaha memberikan pelayananan terbaik buat masyarakat sekitar pelabuhan. Berbagai fasilitas dan obat-obatan yang dimiliki dipersiapkan dengan baik.

Mengingat jumlah penumpang kapal laut yang semakin banyak masuk ke wilayah Jayapura karena dibulan Oktober ini akan ada Perayaan Hari Idul Fitri, maka Poliklinik KKP Jayapura terus meningkatkan performa dan mutu pelayanannya.

Kasus Pasien
Ada kasus ditangani Poliklinik KKP Jayapura (28/09/07), dimana ada 2 pasien (Ibu dan Anak) mengalami sakit, berasal dari Kabupaten Sarmi (Kabupaten baru di Papua). Pasien tersebut mengeluhkan sakit yang ada pada dirinya, begitu juga anaknya yang baru berusia 3 tahun yang menderita demam yang tinggi. Pasien tersebut mengeluhkan minimnya pelayanan di Kab. Sarmi, oleh karena itu ketika kapal yang ditumpanginya bersandar di Jayapura, maka dengan segera diperiksakan dirinya dan anaknya pada Klinik KKP Jayapura.

Proses timbang badan oleh Ibu Khristin Tumbole, Amd. Kep

Setelah diperiksa oleh Ibu dr. Wahyu Irianawati, dan juga melalui Labortorium Kesehatan oleh Sdr. Setianto Tana, Amd. AK dari hasil uji sampel darahnya maka didapatkan bahwa sang ibu yang tengah hamil 8 bulan tersebut menderita sakit malaria tropika ++++ (plus 4) dan anaknya menderita malaria tersiana +++ (plus 3).

Pemeriksaan sampel darah di Laboratorium oleh Sdr. Setianto Tana, Amd. AK

Oleh dr. Wahyu Irianawati memberikan masukan dan saran kepada sang ibu agar benar-benar memperhatikan kondisinya dan anaknya. Obat-obatan yang dipunyai poliklinik diberikan kepada pasien tersebut sekaligus diberitahukan tata cara mengkonsumsinya agar nantinya obat bisa bekerja dengan baik dan benar.

dr. Wahyu Irianawati sedang menjelaskan obat yang akan dikonsumsi pasien

Evaluasi Penelitian Obat Malaria (Arco) di Jayapura

RS Marthen Indey milik TNI AD yang berlokasi dikota Jayapura
(KKP Jayapura, Senin 1 Oktober 2007)
Badan Litbang Depkes (Pusat Biomedik) melaksanakan penelitian tentang obat baru malaria (Arco) di Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan bekerjasama dengan RS TNI AD Marthen Endey Jayapura, RS TNI AL Japura, serta RS Bhayangkara Jayapura yang menggunakan obyek penelitian adalah prajurit tentara dan polisi. Evaluasi penelitian mendapatkan bahwa pasien maupun dokter merasa sangat puas akan manfaat/khasiat obat arco tersebut.

Kelebihan obat ini terletak pada effikasi obat dan hanya sekali minum sembuh (single dose). Dari laporan pasien yang menggunakannya serta dokter yang langsung menangani pasien tersebut tidak ada efek samping obat seperti pada obat malaria pada umumnya (mual, pening, dsb). Formula obat ini berasal dari Kunming China yang sudah efektif digunakan di beberapa Negara di Asia. Hadir pada valuasi penelitian ini tim Litbang Depkes serta Prof Rianto (FK-UI).
Dipilihnya TNI dan Polri sebagai obyek penelitian merupakan suatu reward kepada TNI dan Polri. Selamat !!

dr. Erna, Direktur PP-BB berdiskusi dengan dokter RS TNI AD Marthen Indey tentang obat baru malaria

Merauke : Produk Daging Sapi dan Babi Asal China Ditarik dari Pasaran

(www.cenderawasihpos.com , Senin 1 oktober 2007)
MERAUKE- Penjualan produk import daging Sapi dan Babi asal Cina dalam bentuk cornet maupun sosis, di Merauke mulai ditarik dari pasaran. Penarikan itu dilakukan karena produk itu dinilai belum aman untuk dikonsumsi, karena sampai saat ini Cina belum bebas dari penyakit sapi gila dan penyakit yang menyerang babi. Penarikan itu mulai dilakukan oleh Tim Operasi Terpadu, Sabtu (29/9). Operasi terpadu yang terdiri dari Dinas Kesehatan, berbagai kesatuan dari Polres Merauke, Disperindag dan Badan Kesatuan Bangsa Kabupaten Merauke itu dipimpin langsung Kabag Ops Polres Merauke AKP Andhika Wiratama, SIK. Operasi terpadu yang dibagi 3 Tim tersebut memulai tugasnya dengan melakukan penarikan dan pemeriksaan sejumlah swalayan dan toko besar di sepanjang Jalan Raya Mandala.

Dari Operasi penarikan itu, cukup banyak produk tersebut yang berhasil ditarik, karena sejumlah swalayan dan toko masih menjual produk tersebut. ‘’ Kami tidak tahu kalau produk ini sudah harus ditarik, maka kita tetap jual,’’ kata seorang pemilik swalayan di Jalan Raya Mandala Merauke. Setiap jenis produk daging Sapi dan Babi asal China yang ditarik tersebut kemudian dicatat untuk dimusnakan. Namun begitu, ada juga sebagian swalayan dan toko tidak lagi menjualnya dan menyimpannya dalam gudang. ‘’Setelah kami mendengar ada penarikan di daerah lain, kita juga langsung mengeluarkannya. Tapi ini (sosis dan corent) juga kurang diminati masyarakat, mungkin masyarakat lebih suka daging yang lebih segar ketimbang yang sudah jadi. Paling lakunya 2-4 kaleng setiap bulan,’’ kata salah satu pemilik swalayan yang 2 hari sebelumnya menarik produk daging sapi asal Cina tersebut.

Selain penarikan dua produk daging asal Cina tersebut, Tim Terpadu juga memeriksa produk makanan dan minuman yang kemungkinan sudah kadaluarsa namun masih tetap dijual atau dipajang di katalase. Termasuk sejumlah produk manisan asal Cina yang mengandung fomalin yang sebelumnya telah melalui pemeriksaan. Juga produk kosmetika yang mengandung bahan berbahaya.Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan terhadap produk makanan dan minuman yang tidak memiliki nomor regitrasi maupun yang tidak memiliki tanda pemeriksaan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan atau dianggap illegal. Oleh petugas, para pemilik swalayan maupun kios iingatkan untuk tidak menjual produk daging sapi maupun Babi asal China tersebut. Termasuk produk makanan dan minuman yang batas waktu pemakaiannya hampir berakhir karena dapat berbahaya bagi kesehatan manusia bahkan bisa membawa kematian. Termasuk produk yang tidak memiliki regitrasi dari Balai POM.

Selain penarikan dan pemeriksaan terhadap swalayan dan toko sepanjang Jalan Raya Mandala itu, menurut Kabag Ops AKP Andhika Wiratama, penarikan dan pemeriksaan juga akan dilakukan bagi swalayan dan toko yang ada di sejumlah tempat di dalam Kota Merauke termasuk yang Pasar Tradisional. ‘’Kami akan lakukan penarikan dan pemeriksaan di Pasar, karena besar kemungkinan produk makanan ini banyak dijual di pasar. Termasuk kami akan lakukan pemeriksaan produk makanan dan minuman yang kemungkinan sudah kadaluarsa tapi tetap dijual,’’ tandasnya. (ulo)

28 September 2007

Rapat Koordinasi

Rapat koordinasi tim KKP Jayapura yang dipimpin langsung Kepala Kantor Bpk. Junghans Sitorus, SKM, M.Kes beberapa waktu yang lalu yang berlangsung di Kantor Induk KKP Jayapura

Merauke : 33 Pertugas Puskesmas Dibekali Soal IMAI

(www.cenderawasihpos.com , 27 September 2007)
MERAUKE- Tingginya kasus penyebaran HIV dan AIDS di Papua sampai ke kampung-kampung, membuat Pemerintah terus memberikan penguatan bagi petugas kesehatan yang ada di kampung-kampung (puskesmas,red) dalam melakukan penanganan penderita HIV dan AIDS melalui IntegratedManagemen Of Addecent and Adult Ines (IMAI).Pelatihan yang berlangsung selama 10 hari di Merauke tersebut diikuti 33 tenaga kesehatan dari 4 kabupaten Merauke, Mappi,Asmat dan Boven Digoel. ‘’Pelatihan ini dalam rangka mempersiapkan perawat di puskesmas untuk memberikan perawatan kronik dan dasar pengobatan Anti Retro Viral (ARV)-obat untuk menahan perkembangan virus HIV dan AIDS dalam tubuh penderita, termasuk inisiasi, dukungan dan monitoring,’’ kata Kasubdin P2L Dinkes Merauke dr Nevil. Peserta sendiri, diberi praktek bagaimana melakukan penanganan terhadap seorangpenderita HIV/AIDS.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke dr Josef Rinta Riatmaka, M.Kes, berharap, setelah kembali ke tempat kerja masing-masing apa yang diperoleh selama pelatihan tersebut dapat diimplementasikan di tempatkerja. ‘’Pelatihan sebagus apapun kalau tidak ditindaklanjuti dan tidak diimplementasikan saya pikir tidak akan mendapatkan manfaat yang optimal,’’ katanya. Rinta juga mengingatkan selain bisa menangani manajemen IMAI tersebut, yang lebih penting lagi dengan memberikan penyadaran kepada masyarakat pentingnya menjaga perilaku. Karena di Papua, penyebaran HIV/AIDS umumnya lebih didominasi pada perilaku dengan berganti-ganti pasangan.

‘’Sehebat apapun ilmu-ilmu penyakit tanpa dibarengi denganperubahan perilaku juga tidak ada gunanya. Karena penyakit juga akan bertambah terus,’’ jelasnya. Dirinya juga mengingatkan agar petugas kesehatan tetap menjaga kerahasiaan dari pada penderita, serta tidak melakukan diskriminasi. Sebab menurutnya, selama ini penderita HIV/AIDS adalah orang-orang yangteristigma dalam masyarakat. ‘’Merupakan tanggung jawab kita bersama untuk tidak memberikan stigma yang jelek dan diskriminasi kepada Odha,’’ tambahnya. (ulo)

21 September 2007

Direktur PP-BB (Dr. Erna) ke KKP Jayapura

(KKP Jayapura, 20 September 2007)
Pada tanggal 12 September 2007, Direktur PP-BB berkunjung ke kantor KKP jayapura. Pada kunjungan tersebut Direktur PP-BB memberikan presentasi kesiapsiagaan KKP Jayapura dalam rangka penanggulangan flu burung khsususnya sehubungan dengan penerapan IHR 2005 serta presentasi tentang penanggulangan kasus filariasis di Jayapura. Setelah pertemuan Direktur melaksanakan tatap muka dan ramah tamah dengan seluruh karyawan KKP Jayapura. Kunjungan Direktur PP-BB adalah dalam rangka evaluasi peneilitian obat baru malaria (arco) yang penelitiannya dilaksanakan di Jayapura.

Pada kesempatan itu Kepala KKP jayapura menjelaskan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh KKP Jayapura khususnya untuk peningkatan kompetensi teknis KKP Jayapura baik dari segi kualitas SDM maupun kelengkapan fasilitas dukungan seperti ambulance, dsb dalam rangka peningkatan performance KKP Jayapura di masa yang akan datang.

20 September 2007

Evakuasi Kasus Suspect Flu Burung diliput Metro Papua TV

Tanggal 31 Agustus 2007, Simulasi kasus suspect flu burung yang dilakukan oleh KKP Jayapura diliput media TV di Jayapura yaitu Metro Papua TV. Metro Papua TV adalah anak perusahaan PT Bangun Tanah Papua (BUMD) dan PT Media Televisi Indonesia (METRO TV) dimana merupakan satu-satunya stasiun TV berita dan informasi di Provinsi Papua. Siaran Metro Papaua TV saat ini dapat ditangkap secara teresterial di Jayapura (channel 28 UHF), di Merauke (Channel 32 UHF) dan di Sorong (Channel 30 UHF). Adapun Lokasi peliputan simulasi evakuasi ini berada di Pelabuhan laut Jayapura.

Bekerjasama dengan pihak Adpel, PT Pelindo, Agen Kapal, proses simulasi evakuasi kasus suspect flu burung dapat berjalan dengan baik. Unit Mobil Ambulans Evakuasi disiagakan berikut dengan bantuan tenaga medis Tim KKP Jayapura. Tim KKP Jayapura dengan cekatan melakukan proses evakuasi dari atas kapal, kemudian korban diturunkan kemudian dimasukkan kedalam mobil ambulans evakuasi setelah itu dibawa menuju RS rujukan kasus flu burung nasional (RS Dok II Jayapura).

Setelah proses evakuasi selesai, Mobil Ambulans Evakuasi ini kemudian diliput secara khusus oleh Metro Papua TV guna mendapatkan keterangan tentang kelengkapan fasilitas yang dimiliki oleh Ambulans Evakuasi. Kepala KKP Jayapura menyampaikan bahwa simulasi kesiapan ambulans evakuasi ini bertujuan untuk memantapkan kesiapsiagaan Provinsi Papua khususnya Kota Jayapura dalam rangka mengantisipasi terhadap kemungkinan timbulnya kasus penyakit menular dengan tingkat penularan yang tinggi seperti flu burung dan SARS, dimana saat ini kasus flu burung pada hewan sudah ditemukan beberapa kejadian di Jayapura. Lebih detail tentang Ambulans evakuasi, dijelaskan oleh Ibu Dokter Wahyu Irianawati yang memimpin proses evakuasi.
Setelah mengambil adegan klip proses simulasi, Metro Papua TV melanjutkan peliputannya dengan mengambil adegan profil KKP Jayapura. Mulai dari tampilan kantor, fasilitas kantor, ruangan kantor, kegiatan didalam kantor sampai adegan penggunaan media informasi internet yang telah dipunyai KKP Jayapura yaitu penjelasan penggunaan situs website KKP Jayapura. Kepala Kantor, Bpk. Junghans Sitorus SKM, M.Kes mengatakan kepada kru Metro Papua TV “ Bahwa tujuan adanya website KKP Jayapura ini adalah agar masyarakat papua, dinas dan lembaga di provinsi Papua tahu akan kegiatan dan tupoksi KKP di Jayapura “. “ Masyarakat juga bisa mengetahui adanya fasilitas dari KKP Jayapura, sehingga mereka bisa nantinya memanfaatkan dan kami sendiri siapa melayani dan memberikan yang terbaik “ lanjut beliau.

Pada akhir proses peliputan, Kru Metro Papua TV diajak untuk beristirahat sejenak sambil beramah tamah dengan staf KKP Jayapura. Selain itu brosur profil KKP Jayapura diberikan sebagai informasi tambahan untuk pelengkap berita Metro Papua TV nantinya dan juga disajikan video klip profil KKP Jayapura agar Metro Papua TV mengetahui secara singkat tupoksi KKP Jayapura.

Sentani : Jumlah Penderita HIV/AIDS Capai 157 Kasus

(www.cenderawasihpos.com, 19 September 2007)
SENTANI - Fenomena gunung es sebagai gambaran penyebaran penyakit HIV/AIDS ini nampaknya bukan sekedar ungkapan biasa. Terbukti dengan semakin intensifnya upaya untuk pemeriksaan terhadap penderita HIV/AIDS melalui Voluntair and Conselling Test (VCT) yang dilakukan di masing-masing Puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Jayapura, jumlah penderita HIV/Aids terus bertambah. Bahkan dari data Maret 2007 sebanyak 137 kasus, kini sudah bertambah lagi menjadi 157 kasus.“Dari data terakhir Juni 2007 lalu, jumlah pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Jayapura bertambah lagi sebanyak 20 orang, sehingga jumlah pengidap HIV/AIDS saat ini ada sebanyak 157 orang,”ungkap Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura dokter Esterlina Ayomi saat ditemui di kantor bupati, Senin (17.9) kemarin.

Dari 157 kasus yang terdata di Dinas Kesehatan ini, menurut Esterlina, 80 diantaranya adalah kasus Aids sedangkan 77 kasus lainnya adalah positif HIV. Dikatakan bahwa seiring dengan pelaksanaan program IMAAI (Integrated Managemen Adult and Adolesence Illness) yang sedang gencar-gencarnya dilakukan di tiap puskesmas, maka kemungkinan besar kasus HIV/Aids ini akan terus mengalami penambahan yang cukup signifikan. “Kasus HIV/Aids akan terus meningkat, dan dalam jangka waktu tertentu cenderung menurun,”ungkapnya.Dikatakan bahwa melalui program IMAAI ini, maka setiap orang yang mempunyai resiko tinggi tertular HIV/Aids akan diarahkan untuk mengikuti VCT di masing-masing Puskesmas. Menurutnya, saat ini di 12 puskesmas dan 1 rumah sakit di Kabupaten Jayapura ini sudah disiapkan tenaga yang menangani VCT. “Masing-masing pukesmas sudah ada satu orang manager kasus HIV/aids, dibantu tenaga konseling dan laboratorium,”jelasnya. (tri)

16 September 2007

Merauke : Seluruh Warga Boven Digoel Diberi Obat Filaria, Akan Dilakukan Selama 5 Tahun

(www.cenderawasihpos.com, 15 September 2007)
MERAUKE- Tingginya penderita Filaria atau kaki gajah beberapa daerah di Kabupaten Boven Digoel, membuat pengobatan secara massal dilakukan bagi seluruh warga di di daerah tersebut. ‘’Tahun ini merupakan tahun kedua pemberian obat Filaria secara menyeluruh bagi seluruh warga Boven Digoel yang dimulai sejaktahun 2006 lalu,’’ kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bobven Digoel, dr Titus Tambaip, M.Kes, kepada Cenderawasih Pos, baru-baru ini di Tanah Merah.

Pemberian obat Filaria secara menyeluruh tersebut, lanjut Titus, akan dilakukan selama 5 tahun. Dimana setiap warga harus meminum satu tablet obat Filaria dalam satu tahun. ‘’Ini diberikan untuk bagaimana tidak terjadi infeksi filariasis,’’ jelasnya. Sebab, berdasarkan hasil sample yang dilakukan di beberapa daerah Boven Digoel atas telah diperoleh hasil 7 kali lipat dari angka normal. ‘’Sehingga perlu ditangani secara khusus dan serius. Karena dampak darifilariasis ini sangat mengganggu. Sebab penderitanya tidak hanya menyerang orang tua tapi juga usia produktif,’’ terangnya. Selain program pemberian obat Filaria secara menyeluruh tersebut, menurut Titus, pihaknya juga akan mengkampanyekan kelambunisasi. Kelambunisasi ini, lanjutnya, terkait masih tingginya penderita malariadi daerah tersebut akibat tingkat kelembaban yang tinggi. ‘’Dibeberapa titik, malaria masih sangat endemis,’’ jelasnya. Kelambu yang akan dibagikan secara gratis tersebut, ungkap Titus sudah disiapkan.

Namun sebelum dibagikan pihaknya akan melakukansosialisasi kepada masyarakat pentingnya menggunakan kelambu untuk mengurangi kontak langsung dengan nyamuk. ‘’Nantinya kelambunisasi ini akan kami evaluasi. Kalau memberikan dampak yang positif dalam arti penderinya menurun, maka kami siapkan kelambu yang lebih banyak untuk dibagikan kepada masyarakat,’’ jelasnya. Dalam hal penderita malaria, menurutnya sebelum diberikan obat harus melalui pemeriksaan darah terlebih dahulu untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan menderi malaria. ‘’Kami sudah siapkan alatlaboratorium dan petugasnya di setiap puskesmas, sehingga setiap pasien yang datang dengan keluhan malaria harus melalui pemeriksaan darah lebih dulu apakah pasien yang bersangkutan benar menderita malaria baru diberi obat,’’ tambahnya. (ulo)

15 September 2007

Biak : Jumlah Penderita TB di Biak Masih Tinggi

(www.cenderawasihpos.co, 14 September 2007)
BIAK - Jumlah penderita TB Paru di Kabupaten Biak Numfor sampai saat ini masih cukup tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh Cenderawasih Pos pada Dinas Kesehatan Kabupaten Biak Numfor hingga semester pertama atau Juni 2007, tercatat 138 orang penderita TB yang saat ini sedang diobati dengan menggunakan strategi DOTS.Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Biak Numfor Drs. Sefnath Korwa, MS yang dikonfirmasi melalui Kasubdin P2M A Ridway Halim, S.Sos mengatakan dari 138 kasus TB yang dilaporkankan sejak bulan Januari hingga Juni 2007 melalui Puskesmas yang ada di Biak, 80 kasus merupakan BTA (positif) baru. Sementara itu 30 kasus lainnya masuk dalam kategori BTA negative rontgen positif.“ Kasus-kasus yang ditemukan tersebut tidak hanya ditemukan di wilayah kota tetapi juga di kampung-kampung. Dari 138 kasus yang dilaporkan 17 orang diantaranya merupakan anak-anak dan 9 kasus merupakan ekstrak paru,”jelasnyanya.

Dalam hal penanganan penderita TB, masalah kepatuhan dalam mengkonsumsi obat menurut Ridway Halim seringkali menjadi kendala dalam menuntaskan setiap kasus yang ditemukan. Hal ini menurutnya mengakibatkan masih seringnya ditemui adanya penderita TB kambuh atau penderita yang terpaksa kembali berobat karena belum sembuh total.”Untuk penuntasan masalah TB ini tentunya dibutuhkan peran keluarga dalam mengawasi penderita saat mengkonsumsi obat. Sebab obat yang diberikan harus dikonsumsi setiap hari selama 6 bulan,”ucapnya.Disinggung mengenai penanganan TB paru di Biak pasca dipendingnya aliran dana dari Global Fund, Ridway Halim mengatakan dipendingnya kucuran dana dari Global Fund memberikan pengaruh terhadap penanganan beberapa penyakit yang selama ini mendapat dukungan dari Global Fund. Namun secara umum hal tersebut tidak menjadi penghalang utama, sebab sampai saat ini penanganan penyakit TB masih berjalan dengan baik. ”Pengaruhnya tetantu tetap ada, tetapi secara umum program masih dapat berjalan,”tegasnya.(nat)

14 September 2007

Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010 Diluncurkan

(www.depkes.go.id, 12 September 2007)
Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia. Diperkirakan masih terdapat sekitar 1,7 juta balita terancam gizi buruk yang keberadaannya tersebar di pelosok-pelosok tanah air. Setiap tahun, sekitar 4 juta ibu hamil dan ibu menyusui menderita gangguan anemia yang sebagian besar disebabkan oleh kekurangan zat besi. Masalah gizi lain yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium dan Kurang Vitamin A.

Demikian sambutan Menteri Kesehatan yang dibacakan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dr. Sri Astuti Soeparmanto, Msc (PH), dalam acara peluncuran Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010 (RAN-PANGAN DAN GIZI) di Jakarta, Rabu, 12 September 2007. Hadir pula dalam acara tersebut, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzzeta, dan Menteri Pertanian Ir. Anton Apriyantono.

Menkes menyatakan, masalah-masalah gizi tersebut sangat merisaukan karena mengancam kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. Berbagai penelitian membuktikan bahwa tingginya balita gizi buruk terkait dengan tingginya angka kesakitan dan kematian ibu, bayi dan balita. WHO memperkirakan sekitar 60% penyebab langsung kematian bayi dan anak didasari oleh keadaan gizi yang jelek. Tingginya masalah gizi berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat terutama kaum perempuan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan sosial ekonomi bangsa.

Sementara kekurangan gizi belum dapat diselesaikan, prevalensi masalah gizi lebih dan obesitas mulai meningkat khususnya pada kelompok sosial ekonomi menengah keatas di perkotaan. Kelebihan gizi merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular yang merupakan faktor penyebab kematian utama pada kelompok usia dewasa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya masalah gizi dan kesehatan masyarakat, sangat kompleks. Secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor yang saling berinteraksi, yaitu :
Ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga yaitu kemampuan keluarga untuk menyediakan makanan, dan ini sangat terkait dengan daya beli keluarga.

Pola asuhan gizi keluarga yaitu kemampuan keluarga untuk memberikan makanan bayi dan anak, khususnya menyusui secara ekslusif dan pemberian makanan pendamping ASI. Pola asuhan gizi keluarga sangat terkait dengan upaya keluarga untuk memelihara kesehatan bayi dan balita serta menjaga lingkungan yang sehat.

Akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, yaitu pemanfaatan fasilitas kesehatan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif seperti penimbangan balita di posyandu, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan kesehatan bayi dan balita, suplementasi vitamin A dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), imunisasi dan sebagainya.

Dari ketiga faktor tersebut jelas perbaikan gizi dan kesehatan sangat terkait dengan perbaikan sektor lain, terutama pangan, daya beli dan pendidikan. Masalah gizi dan kesehatan tidak akan bisa ditanggulangi hanya dengan pendekatan pengobatan atau kuratif saja, tetapi harus mengedepankan upaya-upaya pencegahan dan peningkatan.

Bank Dunia berdasarkan berbagai penelitian menyimpulkan bahwa intervensi gizi yang berbasis pemberdayaan dan pendidikan gizi lebih cost effective dibandingkan dengan intervensi gizi langsung seperti subsidi pangan dan pelayanan kuratif lainnya. Oleh karena itu, keberhasilan perbaikan pangan dan gizi memerlukan komitmen bersama, yang dicerminkan dengan adanya koordinasi dan integrasi yang baik mulai dari tahapan perumusan kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, pemantauan dan evaluasi, ujar Menkes.


Menurut Menkes, Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi merupakan instrumen kebijakan yang mengintegrasikan berbagai kebijakan dan strategi sektor yang terkait dengan perbaikan gizi masyarakat. Dengan mengutip kesepakatan pertemuan konsultatif WHO/FAO di India tahun 2004 bahwa di dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi di suatu negara sekurangnya memerlukan 4 strategi utama, yaitu : (1) strategi dibidang peningkatan akses dan cakupan pelayanan gizi dan kesehatan yang berkualitas; (2) strategi yang diarahkan untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga; (3) strategi untuk meningkatkan keamanan pangan, dan (4) strategi yang mengarah pada peningkatan pola menu sehat dan aktivitas fisik.


Dalam paparannya, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzzeta menyampaikan tujuan penyusunan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-Pangan dan Gizi) 2006-2010 antara lain, meningkatkan pemahaman peran pembangunan pangan dan gizi sebagai investasi untuk SDM berkualitas, meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi pangan dan gizi, dan meningkatkan koordinasi penanganan masalah secara terpadu.


Kepala Bappenas menambahkan, dalam RAN-Pangan dan Gizi terdapat 4 pilar, yaitu kecukupan gizi, aksesibilitas terhadap pangan, keamanan pangan dan pola hidup sehat. Maksudnya, untuk mencapai kecukupan gizi di tingkat rumah tangga dan individu, pangan yang tersedia harus dapat diakses oleh rumah tangga, sehingga konsumsi pangan dapat memenuhi kecukupan jumlah dan mutu gizi yang seimbang. Selanjutnya, keamanan pangan juga diperlukan sehingga bahan pangan dapat dikonsumsi secara untuk kesehatan individu dalam rumah tangga. Agar konsumsi pangan yang memenuhi gizi seimbang dan aman, dapat membentuk generasi yang sehat dan cerdas, maka perlu pula diiringi dengan pola hidup sehat.


Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52960661, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id

Foto Pilihan : SENAM BERSAMA DALAM RANGKA HARI MALARIA SEDUNIA KE-3

Foto Pilihan : SENAM BERSAMA DALAM RANGKA HARI MALARIA SEDUNIA KE-3
Staf KKP Kelas II Jayapura Photo Bersama Setelah Kegiatan