Langsung ke konten utama

Usaha Lebih Serius Mengatasi Gangguan Pendengaran

(www.depkes.go.id, 17 Desember 2007)
Hari Kamis, 14/12/2007, Menteri Kesehatan RI, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K), mengukuhkan anggota Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian. Acara pegenalan Komnas PGPKT ini kepada umum dilakukan di Hotel Aston Atrium Senen, Jakarta, segera setelah acara pengukuhan anggota Komnas yang ditetapkan berdasar Keputusan Menteri Kesehatan No. 768/Menkes/SK/VII/2007.

Mereka yang akan bekerja dalam Komnas PGPKT adalah Ny. Mufidah Yusuf Kalla sebagai Pembina dan Dr. Damayanti Soetjipto, Sp.THT-KL(K) sebagai Ketua. dr. Edi Suranto, MPH dan dr. Sosialisman, Sp.THT-KL(K) sebagai wakil ketua, Dr. Ratna. D. Restuti, Sp. THT-KL dan dr. Sulastini, Mkes sebagai sekretaris, dr. Semiramis, Sp.THT-KL(K) sebagai bendahara. Selain itu terdapat sepuluh anggota yaitu Prof. Dr. Hendarto Hendarmin, Sp.THT-KL(K), dr. Bambang Hermani, Sp.THT-KL(K), dr. Ronny Suwento, Sp.THT-KL(K), dr. Soekirman Soekin, Sp.THT-KL(K), Dr.Dr. Jenny Bashirudin, Sp.THT-KL(K), Hatta Kasoem, Manfred Stoifel, dr. Stefanus Indradjaya, Iffet Sidharta dan Charles Bonar Sirait.

Gangguan pendengaran, seperti juga gangguan pada indera lain, tentu cukup menghambat lancarnya fungsi sehari-hari penderitanya. Dengan anggota dari unsur pemerintah, wakil organisasi profesi, asosiasi, pemerhati, LSM, dunia usaha, swasta dan perorangan yang dianggap memiliki komitmen tinggi, diharapkan Komnas PGPKT dapat melahirkan usaha-usaha kreatif untuk mencegah dan mengatasi gangguan pendengaran dan ketulian. Untuk itu, tugas pokok dan fungsi Komnas PGPKT adalah memberi masukan kepada pemerintah melalui Menkes dalam menyusun kebijakan dan program penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian, membantu memfasilitasi terbentuknya komite PGPKT di propinsi dan kabupaten/kota, mengkoordinasi peningkatan dan pemanfaatan sumber daya untuk kegiatan-kegiatan penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian, serta menjadi mediator/koordinator peningkatan sumber daya yang ada nantinya. Komnas akan merengkuh kerjasama para dokter, perawat, asisten audiologi, audiometris, terapis wicara, pendidik, teknisi dan masyarakat agar usaha mereka didasari oleh visi yang sama.

Menteri Kesehatan berharap terbentuknya Komnas PGPKT dapat menguatkan kerjasama pemeritah dan berbagai pihak untuk memobilisasi sumber daya dan menyelaraskan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia yang bergerak dalam usaha pencegahan dan penanganan gangguan pendengaran dan ketulian. Menkes juga mengharapkan agar Komnas ini dapat menyebarkan informasi tentang gangguan pendengaran dan ketulian sehingga pengetahuan dan partisipasi masyarakt dapat meningkat. Peningkatan kesertaan masyarakat juga dapat digerakkan lewat Pos Kesehatan Desa, Posyandu Balita serta Posyandu bagi Penduduk Usia Lanjut (Usila).
Komnas ini akan menggerakkan upaya promotif, preventif, dan tentu saja memberikan pelayanan kesehatan indera pendengaran yang optimal untuk tindakan kuratif dan rehabilitatif. Ke depan, selain dapat membantu mereka yang terkena gangguan pendengaran dan ketulian, Komnas diharapkan juga dapat mengusahakan pencegahan yang lebih efektif.

Saat ini, sekitar 4-5 ribu bayi lahir tuli setiap tahunnya. Dari survei kesehatan indera di 7 propinsi pada tahun 1994-1996 lalu saja diketahui bahwa 0,4% penduduk Indonesia menderita ketulian dan 16,8 % penduduk Indonesia menderita gangguan pendengaran. Jadi, diperkirakan setidaknya sekitar 4 juta penduduk Indonesia tak dapat mendengar dengan baik. 3,1% dari mereka, menderita gangguan karena infeksi telinga tengah (otitia media supuratif kronik/OMSK) yang antara lain juga disebabkan paparan asap rokok pada anak-anak. 0,1% tuli karena obat toksik (ototoksitas) dan 2,6% tuli karena usia lanjut (presbikusis). 0,3% menderita ketulian karena terpapar kebisingan.

Makin bisingnya lingkungan karena makin banyaknya kendaraan bermotor, tidak terawatnya mesin dan knalpot kendaraan bermotor tersebut, serta kerapnya penggunaan klakson, tentu akan menambah faktor riiko gangguan pendengaran. Pembangunan gedung-gedung, pengoperasian mesin-mesin pabrik tanpa memenuhi persyaratan kesehatan pendengaran, menambah paparan kebisingan di dunia kerja. Mesin-mesin rumah tangga yang tidak terawat seperti pendingin ruangan, kipas angin, dan peralatan listrik lain juga menyumbang pada kebisingan di dalam rumah, bahkan ke lingkungan tetangga. Gaya hidup kini seperti penggunaan earphone, headphone, bahkan handphone untuk mendengarkan musik, terutama dengan volume yang tinggi, menambah banyaknya faktor risiko ketulian.

Dari hasil pertemuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kawasan SEARO di Srilanka pada tahun 2002, ditetapkan bahwa ketulian akibat paparan terhadap kebisingan menjadi salah satu prioritas utama masalah gangguan yang harus ditanggulangi, tentu saja selain upaya pencegahan dan penanganan OMSK dan presbikusis. Prioritas juga ditujukan pada upaya penanganan atau penemuan dan inovasi yang dapat membantu para penderita tuli kongenital (tuli saat lahir karena berbagai sebab). Menindak-lanjuti pertemuan di atas, telah dibentuk forum regional Asia Tenggara untuk menanggulangi gangguan pendengaran dan ketulian, di Bangkok, tanggal 4 Oktober 2005. Organisasi ini dengan 11 anggotanya bertujuan menurunkan angka gangguan pendengaran dan ketulian di wilayah Asia tenggara, sebesar 50% di tahun 2015, dan 90% di tahun 2030.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52960661, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.

Postingan populer dari blog ini

Pelatihan Penggunaan Alat Portable Datalogging Colorimeter Hach Model DR/820 – DR/850 – DR/890

(KKP Jayapura, 23 April 2007) Pada tanggal 19 april dan 20 April 2007, diadakan Pelatihan penggunaan alat Portable Datalogging Colorimeter Hach Model DR/820 – DR/850 – DR/890, yang diselengarakan oleh KKP Manokwari, di kota Manokwari – Irian Jaya Barat. Tujuan dari pelatihan ini adalah agar orang laboratorium dapat dan mampu mengoperasikan alat Portable Datalogging Colorimeter Hach Model DR/820 – DR/850 – DR/890 secara baik dan benar. Dari Tim KKP Jayapura, diwakili oleh Ibu Manita Tana, Amd AK, sebagai penanggung jawab Laboratorium KKP Jayapura. Menurut beliau kegunaan alat ini adalah untuk proses pemeriksaan air secara kimiawi dan bakteriologis, agar kualitas air yang diuji dapat diketahui kelayakannya untuk dikonsumsi. Kelebihan alat tersebut adalah dapat disambungkan dengan perangkat komputer, dimana mempunyai kemampuan menyimpan data analisa, RS-232 output, dan lainnya. Sehingga dengan demikian DR/800 dapat dipakai utk analisa dilapangan dan kemudian data analisa yang didapatkan d...

Info : 2-5 % Penduduk Indonesia Menderita Asma

( www.depkes.go.id , Selasa 01 Mei 2007) Menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. Di Indonesia prevalensi Asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2 – 5 % penduduk Indonesia menderita Asma. Penyakit Asma dapat mengenai segala usia dan jenis kelamin. Pada anak-anak, penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, sedangkan pada usia dewasa terjadi sebaliknya. Sementara angka kejadian Asma pada anak dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa. Asma pada anak dapat mempengaruhi masa pertumbuhan, tergantung dari klasifikasi berat ringan episodenya. Anak dengan Asma yang sering kambuh, dapat menyebabkan turunnya prestasi belajar yang merupakan dasar terjadinya lost generation. Dari penelitian pada anak sekolah usia 13 – 14 tahun, diketahui prevalensi Asma sebesar 2,1% pada tahun 1995. Jumlah ini meningkat menjadi 5,2% pada tahun 2003. Sementara hasil survei di Med...

Info : Mengenal Kota Jayapura

(sumber: http://www.kompas.co.id ) UNIK dan menarik. Dua kata itu tepat untuk menyebut kota yang terletak di paling ujung kawasan timur Indonesia. Selain letaknya berbatasan dengan Papua Niugini dan topografi yang berbukit-bukit, kota ini pun berganti nama sebanyak empat kali sebelum menjadi Jayapura. SEBELUM perang dunia II, saat Belanda mendarat di bumi Papua, Jayapura diberi nama "Hollandia", yang berarti daerah berbukitbukit dan berteluk. Saat itu daerah ini ditunjuk sebagai ibu kota "Dutch New Guinea". Setelah definitif kembali ke Indonesia pada 1 Mei 1963, sejak saat itu nama "Hollandia" menjadi "Kota Baru" (1963-1969), lalu "Sukarnopura" (1969-1975), dan akhirnya "Jayapura". Berada di Jayapura yang terletak di bibir Teluk Yos Sudarso dan Teluk Yotefa akan disuguhkan pemandangan indah panorama alam yang berbukit-bukit serta hamparan lautan Pasifik berair biru jernih. Kekayaan alam yang demikian indah itu menawarkan obyek...